" MENUJU AL - FALAH "



“Ya Allah! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu, agar tidak menyekutukan sesuatu denganMu, sedang aku mengetahuinya dan memohon ampun terhadap apa yang tidak aku ketahui.” (HR. Ahmad)
Image Hosted by ImageShack.us

Imam Bukhari Tokoh Hadith Terkenal

Posted by bro_JSE 29 June 2008 0 comments

Sumber dari segala sumber hukum yang utama atau yang pokok di dalam agama Islam adalah Al-Qur'an dan As-Sunnah. Selain sebagai sumber hukum, Al-Qur'an dan As-Sunnah juga merupakan sumber ilmu pengetahuan yang universal. Isyarat sampai kepada ilmu yg mutakhir telah tercantum di dalamnya. Oleh kerananya siapa yang ingin mendalaminya, maka tidak akan ada habis-habisnya keajaibannya.Untuk mengetahui As-Sunnah atau hadith-hadith Nabi, maka salah satu dari beberapa bahagian penting yang tidak kalah menariknya untuk diketahui adalah mengetahui profil atau sejarah orang-orang yang mengumpulkan hadith, yang dengan jasa-jasa mereka kita yang hidup pada zaman sekarang ini dapat dengan mudah memperoleh sumber hukum secara lengkap dan sistematik serta dapat melaksanakan atau meneladani kehidupan Rasulullah untuk beribadah seperti yang dicontohkannya. Bagi edisi yang pertama, saya membawakan sejarah ringkas tentang Tokoh Hadith yang pertama iaitu Imam Bukhari.

Imam Bukhari

Tokoh Islam, penghimpun dan penyusun hadith itu banyak, dan yang lebih terkenal di antaranya seperti yang disebut diatas. Adapun urutan pertama yang paling terkenal diantara enam tokoh tersebut di atas adalah Amirul-Mu'minin fil-Hadith (pemimpin orang mukmin dalam hadith), suatu gelar ahli hadith tertinggi. Nama lengkapnya adalah Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail ibn Ibrahim ibn al-Mughirah ibn Bardizbah. Abu Abdullah Muhammad ibn Ismail, terkenal kemudian sebagai Imam Bukhari, lahir di Bukhara pada 13 Syawal 194 H (21 Julai 810 M), cucu seorang Persia bernama Bardizbah. Kakeknya, Bardizbah, adalah pemeluk Majusi, agama kaumnya. Kemudian putranya, al-Mughirah, memeluk Islam di bawah bimbingan al-Yaman al Ja'fi, gubernur Bukhara. Pada masa itu Wala dinisbahkan kepadanya. Kerana itulah ia dikatakan "al-Mughirah al-Jafi."

Mengenai kakeknya, Ibrahim, tidak terdapat data yang menjelaskan. Sedangkan ayahnya, Ismail, seorang ulama besar ahli hadith. Ia belajar hadith dari Hammad ibn Zayd dan Imam Malik. Riwayat hidupnya telah dipaparkan oleh Ibn Hibban dalam kitab As-Siqat, begitu juga putranya, Imam Bukhari, membuat biografinya dalam at-Tarikh al-Kabir.

Ayah Bukhari disamping sebagai orang berilmu, ia juga sangat wara' (menghindari yang subhat/meragukan dan haram) dan taqwa. Diceritakan, bahawa ketika menjelang wafatnya, ia berkata: "Dalam harta yang kumiliki tidak terdapat sedikitpun wang yang haram maupun yang subhat." Dengan demikian, jelaslah bahawa Bukhari hidup dan terlahir dalam lingkungan keluarga yang berilmu, taat beragama dan wara'. Tidak hairan jika ia lahir dan mewarisi sifat-sifat mulia dari ayahnya itu.

Ia dilahirkan di Bukhara setelah salat Jum'at. Tak lama setelah bayi yang baru lahr itu membuka matanya, iapun kehilangan penglihatannya. Ayahnya sangat bersedih hati. Ibunya yang saleh menagis dan selalu berdo'a ke hadapan Tuhan, memohon agar bayinya bisa melihat. Kemudian dalam tidurnya perempuan itu bermimpi didatangi Nabi Ibrahim yang berkata:

"Wahai ibu, Allah telah menyembuhkan penyakit putramu dan kini ia sudah dapat melihat kembali, semua itu berkat do'amu yang tiada henti-hentinya."

Ketika ia terbangun, penglihatan bayinya sudah normal. Ayahnya meninggal di waktu dia masih kecil dan meninggalkan banyak harta yang memungkinkan ia hidup dalam pertumbuhan dan perkembangan yang baik. Dia dirawat dan dididik oleh ibunya dengan tekun dan penuh perhatian.

Keunggulan dan kejeniusan Bukhari sudah nampak semenjak masih kecil. Allah menganugerahkan kepadanya hati yang cerdas, pikiran yang tajam dan daya hafalan yang sangat kuat, teristimewa dalam menghafal hadith. Ketika berusia 10 tahun, ia sudah banyak menghafal hadith. Pada usia 16 tahun ia bersama ibu dan abang sulungnya mengunjungi berbagai kota suci. Kemudian ia banyak menemui para ulama dan tokoh-tokoh negerinya untuk memperoleh dan belajar hadith, bertukar pikiran dan berdiskusi dengan mereka. Dalam usia 16 tahun, ia sudah hafal kitab sunan Ibn Mubarak dan Waki, juga mengetahui pendapat-pendapat ahli ra'yi (penganut faham rasional), dasar-dasar dan mazhabnya.

Rasyid ibn Ismail, abangnya yang tertua menuturkan, pernah Bukhari muda dan beberpa murid lainnya mengikuti kuliah dan ceramah cendekiawan Balkh. Tidak seperti murid lainnya, Bukhari tidak pernah membuat catatan kuliah. Ia dicela membuang waktu dengan percuma kerana tidak mencatat. Bukhari diam tidak menjawab. Pada suatu hari, kerana merasa kesal terhadap celaan yang terus-menerus itu, Bukhari meminta kawan-kawannya membawa catatan mereka. Tercenganglah mereka semua kerana Bukhari ternyata hapal di luar kepala 15.000 haddits, lengkap terinci dengan keterangan yang tidak sempat mereka catat.

Pengembaraannya

Tahun 210 H, Bukhari berangkat menuju Baitullah untuk menunaikan ibadah haji, disertai ibu dan saudaranya, Ahmad. Saudaranya yang lebih tua ini kemudian pulang kembali ke Bukhara, sedang dia sendiri memilih Mekah sebagai tempat tinggalnya. Mekah merupakan salah satu pusat ilmu yang penting di Hijaz. Sewaktu-waktu ia pergi ke Madinah. Di kedua tanah suci itulah ia menulis sebahagian karya-karyanya dan menyusun dasar-dasar kitab Al-Jami'as-Shahih dan pendahuluannya.

Ia menulis Tarikh Kabir-nya di dekat makam Nabi s.a.w. dan banyak menulis pada waktu malam hari yang terang bulan. Sementara itu ketiga buku tarikhnya, As-Sagir, Al-Awsat dan Al-Kabir, muncul dari kemampuannya yang tinggi mengenai pengetahuan terhadap tokoh-tokoh dan kepandaiannya bemberikan kritik, sehingga ia pernah berkata bahawa sedikit sekali nama-nama yang disebutkan dalam tarikh yang tidak ia ketahui kisahnya.

Kemudian ia pun memulai studi perjalanan dunia Islam selama 16 tahun. Dalam perjalanannya ke berbagai negeri, hampir semua negeri Islam telah ia kunjungi sampai ke seluruh Asia Barat. Diceritakan bahawa ia pernah berkata: "Saya telah mengunjungi Syam, Mesir, dan Jazirah masing-masing dua kali, ke basrah empat kali, menetap di Hijaz (Mekah dan Madinah) selama enam tahun dan tak dapat dihitung lagi berapa kali saya mengunjungi Kufah dan Baghdad untuk menemui ulama-ulama ahli hadith."

Pada waktu itu, Baghdad adalah ibu kota negara yang merupakan gudang ilmu dan ulama. Di negeri itu, ia sering menemui Imam Ahmad bin Hambal dan tidak jarang ia mengajaknya untuk menetap di negeri tersebut dan mencelanya kerana menetap di negeri Khurasan.

Dalam setiap perjalanannya yang melelahkan itu, Imam Bukhari senantiasa menghimpun hadith-hadith dan ilmu pengetahuan dan mencatatnya sekaligus. Di tengah malam yang sunyi, ia bangun dari tidurnya, menyalakan lampu dan menulis setiap masalah yang terlintas di hatinya, setelah itu lampu di padamkan kembali. Perbutan ini ia lakukan hampir 20 kali setiap malamnya. Ia merawi hadith dari 80.000 perawi, dan berkat ingatannya yang memang super jenius, ia dapat menghapal hadith sebanyak itu lengkap dengan sumbernya.

Kemasyhuran Imam Bukhari

Kemasyhuran Imam Bukhari segera mencapai bahagian dunia Islam yang jauh, dan ke mana pun ia pergi selalu di alu-alukan. Masyarakat hairan dan kagum akan ingatannya yang luar biasa. Pada tahun 250 H. Imam Bukhari mengunjungi Naisabur. Kedatangannya disambut gembira oleh para penduduk, juga oleh gurunya, az-Zihli dan para ulama lainnya.

Imam Muslim bin al-Hajjaj, pengarang kitab as-Shahih Muslim menceritakan: "Ketika Muhammad bin Ismail datang ke Naisabur, aku tidak pernah melihat seorang kepala daerah, para ulama dan penduduk Naisabur memberikan sambutan seperti apa yang mereka berikan kepadanya." Mereka menyambut kedatangannya dari luar kota sejauh dua atau tiga marhalah (± 100 km), sampai-sampai Muhammad bin Yahya az-Zihli berkata: "Barang siapa hendak menyambut kedatangan Muhammad bin Ismail besok pagi, lakukanlah, sebab aku sendiri akan ikut menyambutnya. Esok paginya Muhammad bin Yahya az-Zihli, sebahagian ulama dan penduduk Naisabur menyongsong kedatangan Imam Bukhari, ia pun lalu memasuki negeri itu dan menetap di daerah perkampungan orang-orang Bukhara. Selama menetap di negeri itu, ia mengajarkan hadith secara tetap. Sementara itu, az-zihli pun berpesan kepada para penduduk agar menghadiri dan mengikuti pengajian yang diberikannya. Ia berkata: "Pergilah kalian kepada orang alim yang saleh itu, ikuti dan dengarkan pengajiannya."

Imam Bukhari Difitnah

Tak lama kemudian terjadi fitnah terhadap Imam bukhari atas perbuatan orang-orang yang iri dengki. Mereka meniupkan tuduhannya kepada Imam Bukhari sebagai orang yang berpendapat bahawa "Al-Qur'an adalah makhluk." Hal inilah yang menimbulkan kebencian dan kemarahan gurunya, az-Zihli kepadanya, sehingga ia berkata: "Barang siapa berpendapat lafaz-lafaz Al-Qur'an adalah makhluk, maka ia adalah ahli bid’ahh. Ia tidak boleh diajak bicara dan majlisnya tidak boleh di datangi. Dan barang siapa masih mengunjungi majlisnya, curigailah dia." Setelah adanya ultimatum tersebut, orang-orang mulai menjauhinya.

Pada hakikatnya, Imam Bukhari terlepas dari fitnah yang dituduhkan kepadanya itu. Diceritakan, seorang berdiri dan mengajukan pertanyaan kepadanya: "Bagaimana pendapat Anda tentang lafaz-lafaz Al-Qur'an, makhluk ataukah bukan?" Bukhari berpaling dari orang itu dan tidak mau menjawab kendati pertanyaan itu diajukan sampai tiga kali. Tetapi orang tersebut terus mendesaknya, maka ia menjawab: "Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk, sedangkan perbuatan manusia adalah makhluk dan fitnah merupakan bid’ah." Yang dimaksud dengan perbuatan manusia adalah bacaan dan ucapan mereka. Pendapat yang dikemukakan Imam Bukhari ini, yakni dengan membedakan antara yang dibaca dengan bacaan, adalah pendapat yang menjadi pegangan para ulama ahli tahqiq dan ulama salaf. Tetapi dengki dan iri adalah buta dan tuli.

Dalam sebuah riwayat disebutkan bahawa Bukhari perbah berkata: "Iman adalah perkataan dan perbuatan, bisa bertambah dan bisa berkurang. Al-Qur'an adalah kalam Allah, bukan makhluk. Sahabat Rasulullah SAW. yang paling utama adalah Abu Bakar, Umar, Usman kemudian Ali. Dengan berpegang pada keyakinan dan keimanan inilah aku hidup, aku mati dan dibangkitkan di akhirat kelak, insya Allah." Demikian juga ia pernah berkata: "Barang siapa menuduhku berpendapat bahawa lafaz-lafaz Al-Qur'an adalah makhluk, ia adalah pendusta."

Az-Zahli benar-benar telah murka kepadanya, sehingga ia berkata: "Lelaki itu (Bukhari) tidak boleh tinggal bersamaku di negeri ini." Oleh kerana Imam Bukhari berpendapat bahawa keluar dari negeri itu lebih baik, demi menjaga dirinya, dengan hrapan agar fitnah yang menimpanya itu dapat mereda, maka ia pun memutuskan untuk keluar dari negeri tersebut.

Setelah keluar dari Naisabur, Imam Bukhari pulang ke negerinya sendiri, Bukhara. Kedatangannya disambut meriah oleh seluruh penduduk. Untuk keperluan itu, mereka mengadakan upacara besar-besaran, mendirikan kemah-kemah sepanjang satu farsakh (± 8 km) dari luar kota dan menabur-naburkan uang dirham dan dinar sebagai manifestasi kegembiraan mereka. Selama beberapa tahun menetap di negerinya itu, ia mengadakan majlis pengajian dan pengajaran hadith.

Tetapi kemudian badai fitnah datang lagi. Kali ini badai itu datang dari penguasa Bukhara sendiri, Khalid bin Ahmad az-Zihli, walaupun sebabnya timbul dari sikap Imam Bukhari yang terlalu memuliakan ilmu yang dimlikinya. Ketika itu, penguasa Bukhara, mengirimkan utusan kepada Imam Bukhari, supaya ia mengirimkan kepadanya dua buah karangannya, al-Jami' al-Shahih dan Tarikh. Imam Bukhari keberatan memenuhi permintaan itu. Ia hanya berpesan kepada utusan itu agar disampaikan kepada Khalid, bahawa "Aku tidak akan merendahkan ilmu dengan membawanya ke istana. Jika hal ini tidak berkenan di hati tuan, tuan adalah penguasa, maka keluarkanlah larangan supaya aku tidak mengadakan majlis pengajian. Dengan begitu, aku mempunyai alas an di sisi Allah kelak pada hari kiamat, bahawa sebenarnya aku tidak menyembunyikan ilmu." Mendapat jawaban seperti itu, sang penguasa naik pitam, ia memerintahkan orang-orangnya agar melancarkan hasutan yang dapat memojokkan Imam Bukhari. Dengan demikian ia mempunyai alas an untuk mengusir Imam Bukhari. Tak lama kemudian Imam Bukhari pun diusir dari negerinya sendiri, Bukhara.

Imam Bukhari, kemudian mendo'akan tidak baik atas Khalid yang telah mengusirnya secara tidak sah. Belum sebulan berlalu, Ibn Tahir memerintahkan agar Khalid bin Ahmad dijatuhi hukuman, dipermalukan di depan umum dengan menungang himar betina. Maka hidup sang penguasa yang dhalim kepada Imam Bukhari itu berakhir dengan kehinaan dan dipenjara.

Kewafatannya

Imam Bukhari tidak saja mencurahkan seluruh intelegensi dan daya ingatnnya yang luar biasa itu pada karya tulisnya yang terpenting, Shahih Bukhari, tetapi juga melaksanakan tugas itu dengan dedikasi dan kesalehan. Ia selalu mandi dan berdo'a sebelum menulis buku itu. Sebahagian buku tersebut ditulisnya di samping makan Nabi di Madinah.

Imam Durami, guru Imam Bukhari, mengakui keluasan wawasan hadith muridnya ini: "Di antara ciptaan Tuhan pada masanya, Imam Bukharilah agaknya yang paling bijaksana."

Suatu ketika penduduk Samarkand mengirim surat kepada Imam Bukhari yang isinya meminta ia supaya menetap di negeri mereka. Maka kemudian ia pergi untuk memenuhi permohonan mereka. Ketika perjalanannya sampai di Khartand, sebuah dsa kecil yang terletak dua farsakh sebelum Samarkand, dan desa itu terdapat beberapa familinya, ia pun singgah terlebih dahulu untuk mengunjungi mereka. Tetapi di desa itu Imam Bukhari jatuh sakit hingga menemui ajalnya.

Ia wafat pada malam Idul Fitri tahun 256 H. (31 Agustus 870 M), dalam usia 62 tahun kurang 13 hari. Sebelum meninggal dunia, ia berpesan bahawa jika meninggal nanti jenazahnya agar dikafani tiga helai kain, tanpa baju dalam dan tidak memakai sorban. Pesan itu dilaksanakan dengan baik oleh masyarakat setempat. Jenazahnya dikebumikan lepas dzuhur, hari raya Idul Fitri, sesudah ia melewati perjalanan hidup panjang yang penuh dengan berbagai amal yang mulia. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan ridha-Nya.

Guru-gurunya

Pengembaraannya ke berbagai negeri telah mempertemukan Imam Bukhari dengan guru-guru yang berbobot dan dapat dipercaya, yang mencapai jumlah sangat banyak. Diceritakan bahawa dia menyatakan: "Aku menulis hadith yang diterima dari 1.080 orang guru, yang semuanya adalah ahli hadith dan berpendirian bahawa iman adalah ucapan dan perbuatan." Di antara guru-guru besar itu adalah Ali ibn al-Madini, Ahmad ibn Hanbal, Yahya ibn Ma'in, Muhammad ibn Yusuf al-Faryabi, Maki ibn Ibrahim al-Bakhi, Muhammad ibn Yusuf al-Baykandi dan Ibn Rahawaih. Guru-guru yang hadithnya diriwayatkan dalam kitab Shahih-nya sebanyak 289 orang guru.

Keutamaan dan Keistimewaan Imam Bukhari

Kerana kemasyhurannya sebagai seorang alim yang super jenius, sangat banyak muridnya yang belajar dan mendengar langsung hadithnya dari dia. Tak dapat dihitung dengan pasti berapa jumlah orang yang meriwayatkan hadith dari Imam Bukhari, sehingga ada yang berpendapat bahawa kitab Shahih Bukhari didengar secara langsung dari dia oleh sembilan puluh ribu (90.000) orang (Muqaddimah Fathul-Bari, jilid 22, hal. 204). Di antara sekian banyak muridnya yang paling menonjol adalah Muslim bin al-Hajjaj, Tirmidzi, Nasa'i, Ibn Khuzaimah, Ibn Abu Dawud, Muhammad bin Yusuf al-Firabri, Ibrahim bin Ma'qil al-Nasafi, Hammad bin Syakr al-Nasawi dan Mansur bin Muhammad al-Bazdawi. Empat orang yang terakhir ini merupakan yang paling masyhur sebagai perawi kitab Shahih Bukhari.

Dalam bidang kekuatan hafalan, ketazaman pikiran dan pengetahuan para perawi hadith, juga dalam bidang ilat-ilat hadith, Imam Bukhari merupakan salah satu tanda kekuasaan (ayat) dan kebesaran Allah di muka bumi ini. Allah telah mempercayakan kepada Bukhari dan para pemuka dan penghimpun hadith lainnya, untuk menghafal dan menjaga sunah-sunah Nabi kita Muhammad SAW. Diriwayatkan, bahawa Imam Bukhari berkata: "Saya hafal hadith di luar kepala sebanyak 100.000 buah hadith shahih, dan 200.000 hadith yang tidak shahih."

Mengenai kejeniusan Imam Bukhari dapat dibuktikan pada kisah berikut. Ketika ia tiba di Baghdad, ahli-ahli hadith di sana berkumpul untuk menguji kemampuan dan kepintarannya. Mereka mengambil 100 buah hadith, lalu mereka tukar-tukarkan sanad dan matannya (diputar balikkan), matan hadith ini diberi sanad hadith lain dan sanad hadith lain dinbuat untuk matan hadith yang lain pula. 10 orang ulama tampil dan masing-masing mengajukan pertanyaan sebanyak 10 pertanyaan tentang hadith yang telah diputarbalikkan tersebut. Orang pertama tampil dengan mengajukan sepuluh buah hadith kepada Bukhari, dan setiap orang itu selesai menyebutkan sebuah hadith, Imam Bukhari menjawab dengan tegas: "Saya tidak tahu hadith yang Anda sebutkan ini." Ia tetap memberikan jawaban serupa sampai kepada penanya yang ke sepuluh, yang masing-masing mengajukan sepuluh pertanyaan. Di antara hadirin yang tidak mengerti, memastikan bahawa Imam Bukhari tidak akan mungkin mampu menjawab dengan benar pertanyaan-pertanyaan itu, sedangkan para ulama berkata satu kepada yang lainnya: "Orang ini mengetahui apa yang sebenarnya."

Setelah 10 orang semuanya selesai mengajukan semua pertanyaannya yang jumlahnya 100 pertanyaan tadi, kemudian Imam Bukhari melihat kepada penanya yang pertama dan berkata: "Hadith pertama yang anda kemukakan isnadnya yang benar adalah begini; hadith kedua isnadnya yang benar adalah beginii…"

Begitulah Imam Bukhari menjawab semua pertanyaan satu demi satu hingga selesai menyebutkan sepuluh hadith. Kemudian ia menoleh kepada penanya yang kedua, sampai menjawab dengan selesai kemudian menoleh kepada penanya yang ketiga sampai menjawab semua pertanyaan dengan selesai sampai pada penanya yang ke sepuluh sampai selesai. Imam Bukhari menyebutkan satu persatu hadith-hadith yang sebenarnya dengan cermat dan tidak ada satupun dan sedikitpun yang salah dengan jawaban yang urut sesuai dengan sepuluh orang tadi mengeluarkan urutan pertanyaanya. Maka para ulama Baghdad tidak dapat berbuat lain, selain menyatakan kekagumannya kepada Imam Bukhari akan kekuatan daya hafal dan kecemerlangan pikirannya, serta mengakuinya sebagai "Imam" dalam bidang hadith.

Sebahagian hadirin memberikan komentar terhadap "uji cuba kemampuan" yang menegangkan ini, ia berkata: "Yang mengagumkan, bukanlah kerana Bukhari mampu memberikan jawaban secara benar, tetapi yang benar-benar sangat mengagumkan ialah kemampuannya dalam menyebutkan semua hadith yang sudah diputarbalikkan itu secara berurutan persis seperti urutan yang dikemukakan oleh 10 orang penguji, padahal ia hanya mendengar pertanyaan-pertanyaan yang banyak itu hanya satu kali."Jadi banyak pemirsa yang hairan dengan kemampuan Imam Bukhari mengemukakan 100 buah hadith secara berurutan seperti urutannya si penanya mengeluarkan pertanyaannya padahal beliau hanya mendengarnya satu kali, ditambah lagi beliau membetulkan rawi-rawi yang telah diputarbalikkan, ini sungguh luar biasa.

Imam Bukhari pernah berkata: "Saya tidak pernah meriwayatkan sebuah hadith pun juga yang diterima dari para sahabat dan tabi'in, melainkan saya mengetahui tarikh kelahiran sebahagian besar mereka, hari wafat dan tempat tinggalnya. Demikian juga saya tidak meriwayatkan hadith sahabat dan tabi'in, yakni hadith-hadith mauquf, kecuali ada dasarnya yang kuketahui dari Kitabullah dan sunah Rasulullah SAW."

Dengan kedudukannya dalam ilmu dan kekuatan hafalannya Imam Bukhari sebagaimana telah disebutkan, wajarlah jika semua guru, kawan dan generasi sesudahnya memberikan pujian kepadanya. Seorang bertanya kepada Qutaibah bin Sa'id tentang Imam Bukhari, ketika menyatakan : "Wahai para penenya, saya sudah banyak mempelajari hadith dan pendapat, juga sudah sering duduk bersama dengan para ahli fiqh, ahli ibadah dan para ahli zuhud; namun saya belum pernah menjumpai orang begitu cerdas dan pandai seperti Muhammad bin Isma'il al-Bukhari."

Imam al-A'immah (pemimpin para imam) Abu Bakar ibn Khuzaimah telah memberikan kesaksian terhadap Imam Bukhari dengan mengatakan: "Di kolong langit ini tidak ada orang yang mengetahui hadith, yang melebihi Muhammad bin Isma'il." Demikian pula semua temannya memberikan pujian. Abu Hatim ar-Razi berkata: "Khurasan belum pernah melahirkan seorang putra yang hafal hadith melebihi Muhammad bin Isma'il; juga belum pernah ada orang yang pergi dari kota tersebut menuju Iraq yang melebihi kealimannya."

Al-Hakim menceritakan, dengan sanad lengkap. Bahawa Muslim (pengarang kitab Shahih), datang kepada Imam Bukhari, lalu mencium antara kedua matanya dan berkata: "Biarkan saya mencium kaki tuan, wahai maha guru, pemimpin para ahli hadith dan dokter ahli penyakit (ilat) hadith." Mengenai sanjungan diberikan ulama generasi sesudahnya, cukup terwakili oleh perkataan al-Hafiz Ibn Hajar yang menyatakan: "Andaikan pintu pujian dan sanjungan kepada Bukhari masih terbuka bagi generasi sesudahnya, tentu habislah semua kertas dan nafas. Ia bagaikan laut tak bertepi."

Imam Bukhari adalah seorang yang berbadan kurus, berperawakan sedang, tidak terlalu tinggi juga tidak pendek; kulitnya agak kecoklatan dan sedikit sekali makan. Ia sangat pemalu namun ramah, dermawan, menjauhi kesenangan dunia dan cinta akhirat. Banyak hartanya yang disedekahkan baik secara sembunyi maupun terang-terangan, lebih-lebih untuk kepentingan pendidikan dan para pelajar. Kepada para pelajar ia memberikan bantuan dana yang cukup besar. Diceritakan ia pernah berkata: "Setiap bulan, saya berpenghasilan 500 dirham,semuanya dibelanjakan untuk kepentingan pendidikan. Sebab, apa yang ada di sisi Allah adalah lebih baik dan lebih kekal."

Imam Bukhari sangat hati-hati dan sopan dalam berbicara dan dalam mencari kebenaran yang hakiki di saat mengkritik para perawi. Terhadap perawi yang sudah jelas-jelas diketahui kebohongannya, ia cukup berkata: "Perlu dipertimbangkan, para ulama meninggalkannya atau para ulama berdiam diri tentangnya." Perkataan yang tegas tentang para perawi yang tercela ialah: "Hadithnya diingkari."

Meskipun ia sangat sopan dalam mengkritik para perawi, namun ia banyak meninggalkan hadith yang diriwayatkan seseorang hanya kerana orang itu diragukan. Dalam sebuah riwayat diceritakan bahawa ia berkata: "Saya meninggalkan 10.000 hadith yang diriwayatkan oleh perawi yang perlu dipertimbangkan, dan meninggalkan pula jumlah yang sama atau lebih, yang diriwayatkan perawi yang dalam pandanganku, perlu dipertimbangkan."

Selain dikenal sebagai ahli hadith, Imam Bukhari juga sebenarnya adalah ahli dalam fiqh. Dalam hal mengeluarkan fatwa, ia telah sampai pada darjat mujtahid mustaqiil (bebas, tidak terikat pendapatnya pada madzhab-madzhab tertentu) atau dapat mengeluarkan hukum secara sendirian. Dia mempunyai pendapat-pendapat hukum yang digalinya sendiri. Pendapat-pendapatnya itu terkadang sejalan dengan madzhab Abu Hanifah, terkadang sesuai dengan Madzhab Syafi'i dan kadang-kadang berbeda dengan keduanya. Selain itu pada suatu saat ia memilih madzhab Ibn Abbas, dan disaat lain memilih madzhab Mujahid dan 'Ata dan sebagainya. Jadi kesimpulannya adalah Imam Bukhari adalah seorang ahli hadith yang ulung dan ahli fiqh yg berijtihad sendiri, kendatipun yang lebih menonjol adalah setatusnya sebagai ahli hadith, bukan sebagai ahli fiqh.

Di sela-sela kesibukannya sebagai seorang alim, ia juga tidak melupakan kegiatan lain yang dianggap penting untuk menegakkan Dinul Islam. Imam Bukhari sering belajar memanah sampai mahir, sehingga dikatakan bahawa sepanjang hidupnya, ia tidak pernah luput dalam memanah kecuali hanya dua kali. Keadaan itu timbul sebagai pengamalan sunah Rasul yang mendorong dan menganjurkan kaum Muslimin belajar menggunakan anak panah dan alat-alat perang lainnya. Tujuannya adalah untuk memerangi musuh-musuh Islam dan mempertahankannya dari kejahatan mereka.

Karya-karya Imam Bukhari

Di antara hasil karya Imam Bukhari adalah sebagai berikut :

• Al-Jami' as-Shahih (Shahih Bukhari).
• Al-Adab al-Mufrad.
• At-Tarikh as-Sagir.
• At-Tarikh al-Awsat.
• At-Tarikh al-Kabir.
• At-Tafsir al-Kabir.
• Al-Musnad al-Kabir.
• Kitab al-'Ilal.
• Raf'ul-Yadain fis-Salah.
• Birril-Walidain.
• Kitab al-Asyribah.
• Al-Qira'ah Khalf al-Imam.
• Kitab ad-Du'afa.
• Asami as-Sahabah.
• Kitab al-Kuna.


Sekilas Tentang Kitab AL-JAMI' AS-SHAHIH (Shahih Bukhari)

Diceritakan, Imam Bukhari berkata: "Aku bermimpi melihat Rasulullah SAW.; seolah-olah aku berdiri di hadapannya, sambil memegang kipas yang kupergunakan untuk menjaganya. Kemudian aku tanyakan mimpi itu kepada sebahagian ahli ta'bir, ia menjelaskan bahawa aku akan menghancurkan dan mengikis habis kebohongan dari hadith Rasulullah SAW. Mimpi inilah, antara lain, yang mendorongku untuk melahirkan kitab Al-Jami' as-Shahih."

Dalam menghimpun hadith-hadith shahih dalam kitabnya, Imam Bukhari menggunakan kaidah-kaidah penelitian secara ilmiah dan sah yang menyebabkan keshahihan hadith-hadithnya dapat dipertanggungjawabkan. Beliau telah berusaha dengan sungguh-sungguh untuk meneliti dan menyelidiki keadaan para perawi, serta memperoleh secara pasti keshahihan hadith-hadith yang diriwayatkannya. Beliau senantiasa membanding-bandingkan hadith-hadith yang diriwayatkan, satu dengan yang lain, menyaringnya dan memlih has mana yang menurutnya paling shahih. Sehingga kitabnya merupakan batu uji dan penyaring bagi hadith-hadith tersebut. Hal ini tercermin dari perkataannya: "Aku susun kitab Al-Jami' ini yang dipilih dari 600.000 hadith selama 16 tahun." Dan beliau juga sangat hati-hati, hal ini dapat dilihat dari pengakuan salah seorang muridnya bernama al-Firbari menjelaskan bahawa ia mendengar Muhammad bin Isma'il al-Bukhari berkata: "Aku susun kitab Al-Jami' as-Shahih ini di Masjidil Haram, dan tidaklah aku memasukkan ke dalamnya sebuah hadith pun, kecuali sesudah aku memohonkan istikharoh kepada Allah dengan melakukan salat dua rekaat dan sesudah aku meyakini betul bahawa hadith itu benar-benar shahih."

Maksud pernyataan itu ialah bahawa Imam Bukhari mulai menyusun bab-babnya dan dasar-dasarnya di Masjidil Haram secara sistematis, kemudian menulis pendahuluan dan pokok-pokok bahasannya di Rawdah tempat di antara makan Nabi SAW. dan mimbar. Setelah itu, ia mengumpulkan hadith-hadith dan menempatkannya pada bab-bab yang sesuai. Pekerjaan ini dilakukan di Mekah, Madinah dengan tekun dan cermat, menyusunnya selama 16 tahun.

Dengan usaha seperti itu, maka lengkaplah bagi kitab tersebut segala faktor yang menyebabkannya mencapai kebenaran, yang nilainya tidak terdapat pada kitab lain. Kerananya tidak menghairankan bila kitab itu mempunyai kedudukan tinggi dalam hati para ulama. Maka sungguh tepatlah ia mendapat predikat sebagai "Buku Hadith Nabi yang Paling Shahih."

Diriwayatkan bahawa Imam Bukhari berkata: "Tidaklah ku masukkan ke dalam kitab Al-Jami' as-Shahih ini kecuali hadith-hadith yang shahih; dan ku tinggalkan banyak hadith shahih kerana khawatir membosankan."

Kesimpulan yang diperoleh para ulama, setelah mengadakan penelitian secara cermat terhadap kitabnya, menyatakan bahawa Imam Bukhari dalam kitab Shahih-nya selalu berpegang teguh pada tingkat keshahihan yang paling tinggi, dan tidak turun dari tingkat tersebut kecuali dalam beberapa hadith yang bukan merupakan materi pokok dari sebuah bab, seperti hadith mutabi dan hadith syahid, dan hadith-hadith yang diriwayatkan dari sahabat dan tabi'in.

Jumlah Hadith Kitab Al-Jami'as-Shahih (Shahih Bukhari)

Al-'Allamah Ibnus-Salah dalam Muqaddimah-nya menyebutkan, bahawa jumlah hadith Shahih Bukhari sebanyak 7.275 buah hadith, termasuk hadith-hadith yang disebutnya berulang, atau sebanyak 4.000 hadith tanpa pengulangan. Perhitungan ini diikuti oleh Al-"Allamah Syaikh Muhyiddin an-Nawawi dalam kitabnya, At-Taqrib.

Selain pendapat tersebut di atas, Ibn Hajar di dalam muqaddimah Fathul-Bari, kitab syarah Shahih Bukhari, menyebutkan, bahawa semua hadith shahih mawsil yang termuat dalam Shahih Bukhari tanpa hadith yang disebutnya berulang sebanyak 2.602 buah hadith. Sedangkan matan hadith yang mu'alaq namun marfu', yakni hadith shahih namun tidak diwasalkan (tidak disebutkan sanadnya secara sambung-menyambung) pada tempat lain sebanyak 159 hadith. Semua hadith Shahih Bukhari termasuk hadith yang disebutkan berulang-ulang sebanyak 7.397 buah. Yang mu'alaq sejumlah 1.341 buah, dan yang mutabi' sebanyak 344 buah hadith. Jadi, berdasarkan perhitungan ini dan termasuk yang berulang-ulang, jumlah seluruhnya sebanyak 9.082 buah hadith. Jumlah ini diluar haits yang mauquf kepada sahabat dan (perkataan) yang diriwayatkan dari tabi'in dan ulama-ulama sesudahnya.


Sumber: Kitab Hadith Shahih yg Enam, Muhammad Muhammad Abu Syuhbah

SeOrAnG AyaH..........

Posted by bro_JSE 28 June 2008 0 comments

"Suatu ketika ada seorang anak perempuan yang bertanya kepada ayahnya ,tatkala tanpa sengaja dia melihat ayahnya yang sedang mengusap wajahnya yang mulai berkerut-merut dengan badannya terbongkok-bongkok, disertai batuk-batuk. Anak perempuan itu bertanya kepada ayahnya : “ayah,mengapa wajah ayah kian berkerut-merut dengan badan ayah kian hari kian membongkok?” demikian pertanyaannya,ketika ayahnya sedang berehat di beranda.


Si ayah menjawab: “sebab aku lelaki.”anak perempuan iti kebingungan sambil berkerut dahi kerana tidak mengerti tentang apa yang dimaksudkan oleh ayahnya. Ayah hanya tersenyum,lalu dibelai rambut anaknya itu kemudian si ayah mengatakan :”Anakku,kamu memang belum mengerti tentang lelaki.” Demikian bisik si ayah,yang membuat anaknya itu makin kebingungan.

Kerana perasaan ingin tahu,kemudian si anak bertanya kepada ibunya :”Ibu,mengapa wajah ayah jadi berkerut-merut dan badannya kian membongkok? Dan ayah tidak pernah merungut serta tidak rasa sakit walaupun sedemikian?” ibunya menjawab :”Anakku ,jika seorang lelaki yang benar-benar bertanggungjawab terhadap keluarganya memang akan demikian.” Hanya itu jawapan ibu. Si anak itupun kemudian membesar dan menjadi dewasa, tetapi dia tetap juga masih tercari-cari jawapan,mengapa wajah ayahnya yang tampan menjadi berkerut-merut dan badannya menjadi membongkok?

Hingga pada suatu malam dia bermimpi. Di dalam mimpinya itu seolah-olah dia mendengar suara yang sangat lembut, namun jelas sekali. Dan kata-kata yang terdengar dengan jelas itu ternyata suatu rangkaian kalimah sebagai jawapan rasa kebingunguannya selama ini.

“Saat Ku-ciptakan lelaki,aku membuatnya sebagai pemimpin keluarga serta sebagai tiang penyangga dari bangunan keluarganya,dia sentiasa akan berusaha untuk menahan setiap hujungnya agar keluarganya merasa aman ,teduh dan terlindung. Ku ciptakan bahunya yang kuat dan berotot untuk membanting tulang menghidupi seluruh keluarganya dan kegagahannya harus cukup kuat pula untuk melindungi seluruh keluarganya. Ku berikan kemahuan padanya agar selalu berusaha mencari sesuap nasi yang berasal dari titisan keringatnya sendiri yang halal dan bersih,agar keluarganya tidak terlantar kelaparan,walaupun seringkali mendapat cercaan dari anak-anaknya.

Ku berikan keperkasaan dan mental baja yang akan membuat dirinya pantang menyerah,demi keluarganya dia rela kulitnya tersengat panasnya matahari, demi keluarganya dia rela berbasah kuyup kedinginan dan kesejukan kerana tersiram hujan dan hembusan angin,dia relakan tenaga perkasanya dicurahkan demi keluarganya dan yang selalu dia ingat adalah disaat semua orang menanti kedatangannya dengan mengharapkan hasil dari jerih-payahnya. Ku-berikan kesabaran,kesungguhan dan ketekunan yang akan membuat dirinya selalu berusaha merawat dan membimbing keluarganya tanpa ada keluh kesah,walaupun di setiap perjalanan hidupnya keletihan dan kesakitan kerapkali menyerangnya. Ku berikan perasaan cekal dan gigih untuk berusaha berjuang demi mencintai dan mengasihi keluarganya,di dalam suasana dan situasi aapapun jua ,walaupun tidaklah jarang anak-anaknya melukai perasaannya,melukai hatinya.

Padahal perasaannya itu pula telah memberikan perlindungan rasa aman pada saat dimana anak-anaknya tertidur lelap. Serta sentuhan perasaan nya itulah yang memberikan ketenangan bila saat dia sedang menepuk-nepuk bahu anak-anaknya agar selalu saling menyayangi dan saling mengasihi sesame saudara. Kuberikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengertian dan kesedaran kepada anak-anaknya tentang saat kini dan saat mendatang , walaupun sering kali ditentang bahkan dikotak-katikkan oleh anak-anaknya.

Kuberikan kebijaksanaan dan kemampuan padanya untuk memberikan pengetahuan dan menyedarkan , bahawa isteri yang baik adalah isteri yang setia terhadap suaminya,isteri yang baik adalah isteri yang sentiasa menemani dan bersama-sama menghadapi perjalanan hidup baik suka mahupun duka, walaupun seringkali kebijaksanaannya itu akan menguji setiap kesetiaan yang diberikan kepada isteri,agar tetap berdiri,bertahan,sepadan dan saling melengkapi serta saling menyayangi.

Ku berikan kerutan di wajahnya agar menjadi bukti bahawa lelaki itu sentiasa berusaha sekuat daya fikirnya untuk mencari dan menemukan cara agar keluarganya dapat hidup di dalam keluarga bahagia dan badannya yang terbongkok agar dapat membuktikan bahawa sebagai lelaki yang bertanggungjawab terhadap seluruh keluarganya, sentiasa berusaha mencurahkan sekuat tenaga serta segenap perasaannya, kekuatannya, kesungguhannya demi kelanjutan hidup keluarganya. Kuberikan pada lelaki bertanggungjawab penuh sebagai pemimpin keluarga ,sebagai tiang penyangga(sokongan),agar dapat dipergunakan dengan sebaik-baiknya, dan hanya inilah kelebihan yang dimiliki oleh lelaki, walaupun sebenarnya tanggungjawab ini adalah amanah di dunia dan di akhirat.”

Terkejut si anak dari tidurnya dan segera dia berlari , berlutut dan berdoa hingga menjelang subuh. Setelah itu dia menghampiri bilik ayahnya yang sedang berdoa, ketika ayahnya berdiri si anak mengenggam dan mencium telapak tangan ayahnya. “Aku mendengar dan merasakan bebanmu, AYAH.”


Renungi:

Bila ayah anda masih hidup jangan sia-siakan kesempatan untuk membuat hatinya gembira. Bila ayah anda telah tiada, jangan putuskan silaturrahim yang telah dirintisnya dan doakanlah agar ALLAH selalu menjaganya dengan sebaik-baiknya..Amin”

Baru-baru ini, seorang rakan telah bertanya kepada saya mengenai faraid atau pembahagian harta pusaka menurut Islam. Memang tidak dinafikan lagi ilmu faraid ini semakin tidak popular dikalangan orang Melayu kerana ada di antara mereka berpendapat bahawa adat mereka tidak boleh ditinggalkan dan pembahagian harta mengikut adat mesti diteruskan. Ini disebabkan oleh mereka yang tidak percaya bahawa agama Islam itu syumul dan segala ketetapan Allah itu maha adil dan saksama. Saya telah mempelajari serba sedikit mengenai ilmu faraid ini semasa di tingkatan 6 dahulu dalam subjek syariah, agak minat juga tajuk ini kerana banyak pengiraan. Jadi ,berikut adalah pengenalan serba ringkas mengenai ilmu faraid.

PENGERTIAN FARAID

Perkataan Faraid dari segi bahasa mempunyai maksud yang banyak. Antaranya ialah menentukan, memastikan, menghalalkan dan mewajibkan. Menurut istilah syarak, Faraid adalah pembahagian harta seorang Islam yang telah meninggal dunia dan tidak meninggalkan wasiat sebelum kematiannya. Maka harta peninggalannya akan di bahagikan kepada ahli warisnya (seperti anak, isteri, suami, ibu dll), menurut hukum Islam. Harta yang dibahagikan kepada ahli waris adalah baki harta yang ditinggalkan setelah ditolak segala pembiayaan pengurusan jenazah, hutang pewaris (zakat, nazar, dll) dan wasiat yang dibenarkan oleh syarak. Bentuk harta yang boleh dibahagikan secara Faraid ialah:

1. Tanah
2. Bangunan (rumah).
3. Barang kemas (emas, perak dll).
4. Insurans dan Wang tunai (sama ada dilaburkan atau tidak).
5. Binatang ternakan seperti kambing, lembu, unta, kerbau dll


CARA PENGAMBILAN HARTA PUSAKA

Jalan untuk melakukan pembahagian pusaka ialah dengan terlebih dahulu meneliti siapakah di antara waris yang berhak menerima pusaka dengan jalan Ashabul-Furud, kemudian dicari siapakah yang Mahjud, barulah bakinya diberikan kepada yang berhak menerima Asabah.

1. Ashabul-Furud

Golongan ini mengambil pusaka menurut bahagian yang telah ditetapkan oleh syarak iaitu sama ada 1/2, 1/3, 1/4, 2/3, 1/6 atau 1/8. Mereka terdiri daripada isteri atau suami, ibu atau nenek, bapa atau datuk, anak perempuan atau cucu perempuan, saudara perempuan kandung, saudara perempuan sebapa dan saudara seibu.

2. Asabah

Merupakan golongan yang akan terima baki setelah semua golongan (1) mendapat bahagian golongan asabah. Terdapat 3 jenis asabah iaitu:

(a) Asabah Binafsih
(b) Asabah Bil Ghoir
(c) Asabah Maal Ghoir.

(a) Asabah Binafsih
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabisi semua harta, atau mengambil semua sisa untuk sekelian orang lelaki, tidak bersebab atau beserta orang lain. Mereka terdiri daripada 12 orang lelaki iaitu bapa, datuk, anak lelaki, cucu lelaki anak lelaki, saudara lelaki kandung, saudara lelaki sebapa, anak lelaki saudara lelaki kandung, anak lelaki saudara lelaki sebapa, bapa saudara kandung, bapa saudara sebapa, anak lelaki bapa sudara kandung dan anak lelaki bapa saudara sebapa.

(b) Asabah Bil Ghoir
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabiskan semua harta, atau pengambilan semua baki untuk semua perempuan dengan sebab adanya orang lelaki lain. Terdiri daripada 4 orang iaitu: anak perempuan atau lelaki, cucu perempuan atau lelaki, saudara kandung perempuan atau lelaki, saudara sebapa atau lelaki perempuan.

(c) Asabah Maal Ghoir
Pembahagian pusaka dengan jalan menghabisi semua harta, atau mengambil semua sisa untuk sekelian orang perempuan sebab beserta orang perempuan lain. Terdiri daripada 2 orang perempuan iaitu: saudara perempuan kandung dan saudara perempuan sebapa (berkongsi dengan anak atau cucu perempuan).

3. Dhawil-Arham

Golongan ini akan menggantikan golongan (1) dan (2) setelah kedua-duanya tiada kecuali suami atau isteri tidak menghalang golongan ini mengambil bahagian harta. Tetapi biasanya golongan ini akan terhalang menerima harta. Keadaan ini disebut hijab iaitu dinding yang menjadi penghalang seseorang daripada ahli waris untuk menerima pusaka kerana masih ada ahli waris yang masih dekat hubungan kekeluargaannya dengan simati. Terdapat 4 golongan Dhawil-Arham (masih ada hubungan kerabat) iaitu: golongan datuk dan nenek, golongan cucu dan cicit (anak dari cucu), golongan anak saudara dari saudara perempuan dan golongan bapa saudara atau emak saudara atau saudara lelaki atau perempuan ibu. Manakala hijab yang telah disebutkan tadi terdiri daripada 2 jenis iaitu: Hijab Nuqshon dan Hijab Hirman.

(a) Hijab Nuqshon
Terhalang dengan mengurangi pembahagian ahli waris dari menerima pembahagian Ashabul-Furud yang lebih banyak menjadi lebih sedikit, kerana masih ada ahli waris lain yang bersama-samanya. Seperti suami dari menerima setengah menjadi seperempat kerana ada anak atau cucu.

(b) Hijab Hirman
Terhalang dengan tidak menerima pembahagian pusaka sama sekali kerana masih terdapat ahli waris yang lebih dekat hubungannya dengan yang mati yang lebih berhak untuk menerima harta pusaka. Misalnya saudara lelaki sebapa terhalang kerana adanya saudara lelaki kandung dan datuk terhalang sebab adanya bapa.

ALLAH S.W.T telah berfirman: dalam (an-Nisa : 11)

Allah mensyariatkan bagimu tentang (pembahagian pusaka) anak-anakmu. Iaitu, bahagian seorang anak laki-laki sama dengan bahagian dua orang anak perempuan; dan jika anak itu semuanya perempuan lebih daripada dua, maka bagi mereka dua per tiga daripada harta yang ditinggalkan; jika anak perempuan itu seorang sahaja, maka dia memperolehi separuh harta. Dan untuk dua orang ibu bapa, bagi masing-masingnya satu perenam daripada harta yang ditinggalkan jika orang yang meninggal itu mempunyai anak dan dia diwarisi oleh ibu bapanya sahaja, maka ibunya mendapat sepertiga; jika yang meninggal itu mempunyai beberapa orang saudara, maka ibunya mendapat seperenam. (Pembahagian-pembahagian tersebut di atas sudah dipenuhi wasiat yang dibuatnya atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. (Tentang) orang tuamu dan anak-anakmu, kamu tidak mengetahui siapa antara mereka yang lebih dekat (banyak) manafaatnya bagimu. Ini adalah ketetapan daripada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.
(an-Nisa : 11)

ALLAH S.W.T telah berfirman: dalam (an-Nisa : 12)

“Dan bagimu (suami-suami) seperdua daripada harta yang ditinggalkan oleh isteri-isterimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika isteri-isterimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat daripada harta yang ditinggalkannya sesudah di penuhi wasiat yang mereka buat atau dan) sesudah dibayar hutangnya. Para isteri memperolehi seperlapan daripada harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu. Jika seseorang mati, baik laki-laki atau perempuan, yang tidak meninggalkan ayah dan tidak meninggalkan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki(seibu sahaja), atau seorang saudara perempuan (seibu sahaja) maka bagi masing-masing kedua-dua saudara itu memperolehi seperenam daripada harta. Tetapi jika saudara-saudara itu lebih daripada mereka bersekutu dalam yang sepertiga itu, sesudah dipenuhi wasiat yang dibuat seorang, maka sesudah dibayar hutangnya dengan tidak memberi mudarat (kepada ahli waris). (Allah menetapkan yang demikian itu sebagai) syariat yang benar-benar dari Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun.”
(an-Nisa :12)

ALLAH S.W.T telah berfirman: dalam (an-Nisa : 176)

“Mereka meminta fatwa kepada kamu (tentang kalaalah). Katakanlah Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalaalah (iaitu): jika seorang meninggal dunia, dan dia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua daripada harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki laki, mempusakai (seluruh harta saudara perempuan) jika dia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi kedua-duanya dua per tiga daripada harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri daripada) saudara laki-laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak dua bahagian saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”
(an-Nisa : 176)

SENARAI AHLI-AHLI WARIS YANG LAYAK MENERIMA HARTA PUSAKA

Terdapat 15 ahli waris dari pihak lelaki dan 10 ahli waris dari dari pihak perempuan yang utama dan layak menerima harta pusaka. Waris dari pihak lelaki seperti berikut:

1. Anak lelaki
2. Cucu lelaki dari anak lelaki
3. Bapa
4. Datuk
5. Saudara lelaki seibu sebapa
6. Saudara lelaki sebapa
7. Saudara lelaki seibu
8. Anak saudara lelaki dari seibu sebapa
9. Anak saudara lelaki dari seibu atau sebapa
10. Bapa saudara seibu sebapa
11. Bapa saudara sebapa
12. Sepupu dari bapa saudara seibu sebapa
13. Sepupu dari bapa saudara sebapa
14. Suami
15. Hamba sahaya

Jika kesemua waris lelaki di atas wujud, maka hanya tiga orang sahaja yang layak iaitu:
1. Bapa
2. Anak lelaki
3. Suami

Ahli-ahli waris perempuan yang layak menerima harta pusaka iaitu:
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak lelaki
3. Ibu
4. Nenek sebelah ibu
5. Nenek sebelah bapa
6. Saudara perempuan seibu sebapa
7. Saudara perempuan seibu
8. Saudara perempuan sebapa
9. Isteri
10. Petuan perempuan bagi hamba sahaya

Jika kesemua ahli waris diatas wujud, hanya 5 orang yang layak:
1. Anak perempuan
2. Cucu perempuan dari anak lelaki
3. Ibu
4. Saudara perempuan seibu sebapa
5. Isteri

Jika kesemua 25 waris lelaki dan perempuan masih hidup, maka keutamaan akan diberikan kepada hanya lima ahli waris berikut:
1. Bapa
2. Ibu
3. Anak Lelaki
4. Anak Perempuan
5. Suami/Isteri


KADAR DAN SYARAT BAGI SETIAP AHLI WARIS

Berikut adalah bahagian yang diperolehi oleh ahli waris mengikut syarak..

Bahagian Diperolehi Suami kepada simati
1/2 Tidak mempunyai anak ATAU
Tidak mempunyai cucu dari anak lelaki
1/4 Mempunyai anak ATAU
Mempunyai cucu dari anak lelaki


Bahagian diperolehi Isteri kepada simati
1/4 Tiada anak ATAU
Tiada cucu dari anak lelaki
1/8 Mempunyai anak ATAU
Mempunyai cucu dari anak lelaki


Bahagian Diperolehi Anak Perempuan Simati
1/2 Hanya seorang sahaja DAN tidak ada anak lelaki
2/3 2 orang anak perempuan atau lebih DAN tiada anak lelaki
ASABAH BI-GHAIRIH Mempunyai anak lelaki - mendapat separuh dari bahagian anak lelaki


Bahagian Diperolehi Cucu Perempuan Anak Lelaki Simati
1/2 Mempunyai seorang sahaja DAN tiada anak
2/3 Mempunyai 2 orang atau lebih DAN tiada anak
1/6 Mempunyai seorang atau lebih jika bersama-sama dengan
seorang anak perempuan
ASABAH BI-GHAIRIH Mempunyai cucu lelaki - mendapat separuh dari bahagian cucu lelaki daripada anak lelaki.
Terhalang disebabkan mempunyai anak lelaki ATAU 2 anak perempuan
atau lebih


Bahagian Diperolehi Bapa Simati
1/6 Mempunyai anak lelaki ATAU cucu lelaki dari anak lelaki
1/6 dan Asabah Mempunyai anak perempuan ATAU cucu perempuan
dari anak lelaki
ASABAH Tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki


Bahagian Diperolehi Ibu Kepada Simati
1/6 Mempunyai anak ATAU cucu dari anak lelaki ATAU mempunyai dua saudara kandung ATAU saudara sebapa
1/3 Tidak mempunyai anak ATAU cucu dari anak lelaki ATAU
tiada dua saudara kandung ATAU saudara sebapa
1/3 dari baki Mempunyai bapa serta suami ATAU isteri


Bahagian Diperolehi Datuk kepada simati
Sama seperti bapa Hanya mendapat bahagian sekiranya tiada bapa


Bahagian Diperolehi Saudara Perempuan Seibu Sebapa kepada simati
1/2 Tiada anak, cucu, bapa DAN tiada waris yang
menjadikannya Asabah
2/3 Dua orang atau lebih, tiada anak, cucu, bapa DAN ahli yang menjadikannya Asabah
ASABAH Mempunyai saudara lelaki kandung ATAU datuk.
Terhalang oleh disebabkan adanya bapa, ATAU anak lelaki ATAU cucu lelaki dari anak lelaki


Bahagian Diperolehi Saudara Perempuan Sebapa
1/2 Hanya seorang, tiada anak, cucu,saudara kandung, bapa
DAN tiada ahli yang menjadikannya Asabah
2/3 Dua orang atau lebih dengan syarat tiada cucu lelaki,
saudara kandung, bapa DAN tiada ahli yang menjadikannya
Asabah
1/6 Seorang atau lebih mempunyai saudara perempuan seibu
sebapa
Asabah disebabkan oleh saudara lelaki sebapa ATAU datuk
Terhalang Oleh
1. Bapa
2. Dua orang atau lebih saudara perempuan kandung
3. Seorang saudara perempuan kandung dan mempunyai
anak perempuan dan cucu perempuan
4. Saudara lelaki kandung


Bahagian Diperolehi Saudara Seibu (Lelaki/Perempuan)
1/6 Hanya seorang, tiada bapa, datuk DAN tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki
1/3 Dua atau lebih, tiada bapa, datuk DAN tiada anak ATAU cucu dari anak lelaki
Terhalang oleh Disebabkan adanya bapa, datuk, anak dan cucu dari anak lelaki



Bila Tuhan tak ditakuti
Macam-macam boleh terjadi
Tiap orang tak ketahuan hala hidupnya sendiri
Maka rosaklah di sana sini


Ada manusia puja alam sebagai Tuhan
Mabuk dengan gelombang laut yang menggulung
Digambarkan dengan kata sastera mempesona
Mereka tenggelam dalam gelombang sasteranya
Ia leka sendiri dengan buah penanya
Bagai orang tenggelam dalam lautan menggulung
Tidak tahu tujuan ke mana mahu pergi

Ada juga yang sibuk bercakap dengan emosinya
sekali
Mengelilingi seluruh negeri
Kadang-kadang berbohong sesuka hati
Berkata tidak mengota
Mengecam orang tak usah dikira
Sudah jadi makan minumnya

Ada golongan sibuk dengan kesalahan orang
Seolah-olah mereka wira agama
Konon hendak membersih agama dari noda
Yang sebenarnya berlakon di depan manusia
Bukan hidup realitinya

Mereka lupa diri sendiri
Mereka sendiri buat dosa
Membeli kereta dan rumah terlibat dengan riba
Anak-anak dan juga isteri terdedah aurat setiap hari
Perbualan setiap hari
Tentang kenaikan gaji dan juga pangkat
Hidup sendiri nafsi-nafsi
Kecuali ada urusan rasmi
Yang ada kaitan dengan gaji

Bakhilnya amat ketara sekali
Mereka lupa semua itu adalah
Kesesatan dalam beragama
Yang punya kuasa berbangga dengan kuasanya
Menggertak manusia setiap hari
Akta-akta dibuat untuk selamatkan diri mereka
Membantu orang bukan dari hatinya sendiri
Menceritakan jasa kepada manusia
Maka hilanglah pahalanya
Menipu diri tak disedari

Tak kurang juga ada di kalangan manusia
Setiap hari memikirkan hendak menghiburkan
manusia
Berbagai cara dan gaya dipertunjukkan
Rupanya jiwa mereka sendiri tak terhibur
Jiwa mereka derita
Tak kurang juga yang bunuh diri


Cerpen HaTiKu MiLiKmU

Posted by bro_JSE 26 June 2008 0 comments

Umar Al-Mujahid keliru. Hatinya direntap dua cinta berbeza. Sukar untuknya menilai kerana hakikat kedua-dua cinta itu indah di matanya.

Antara cinta yang pasti dan tidak pasti, Umar Al-Mujahid akur pada situasi. Dia memilih cinta yang pasti berbalas daripada seorang gadis jelita. Kehadiran gadis itu benar-benar mengubat luka penantiannya. Dia tidak mahu lagi mengharap pada cinta yang tidak pasti daripada si dia yang dianggapnya tidak sudi. Umar sudah putus asa dengan cinta si dia. Namun, hatinya tak pernah mengerti. Bayangan si dia tetap juga menghantui.


Tatkala dunia cinta pilihannya dilalui, suara imannya berbicara. Antara dua cinta yang dicari bukanlah segalanya… Hatinya terkesima pada cinta Allah dan Rasul yang mengajaknya kembali kepada tarbiyyah dan da’wah yang pernah dilalui. Cinta tarbiyyah dan da’wah, cinta yang cuba diusir daripada hidupnya kerana terlalu kecewa dengan cinta si dia yang tak berbalas. Baginya, tarbiyyah dan da’wah lah orang ketiga yang merampas cintanya. Namun, tarbiyyah dan da’wah tak pernah kecewa merebut cintanya. Cinta perjuangan itu memburunya saban waktu dengan perantaraan teman-teman tercinta, terutamanya yang sama-sama menuntut di Sekolah Taman Islam. Rupa-rupanya, cinta Allahlah yang berkuntum segar di sebalik cinta tarbiyyah dan da’wah.



‘’Hatiku milik siapa?’’ Umar Al-Mujahid terus mencari. Dia mengalami konflik diri kerana kurang persiapan hati untuk menempuh ranjau dan duri di universiti. Akhirnya, suara iman memberikan jawapan.

Apakah dilema cinta yang dihadapi?

Apakah rahsia dia boleh berinteraksi dengan imannya?

Apakah kesudahan cinta Umar Al-Mujahid?

Kepada siapa akhirnya diserahkan hatinya?

Dan banyak lagi persolan yang tersimpul dalam episod hidup Umar Al-Mujahid. Rungkaian kepada persoalan-persoalan yang melingkari kisah ini akan membawa pembaca bertanya diri sendiri,

‘’Hatiku pula milik siapa?’’.






HATIKU MILIKMU


(Bosan! Serabut! Boleh blahlah kau Asiah Yusro…aku tak nak seksa perasaan aku lagi) hati Umar merintih pedih. Penantian itu satu penyiksaan. Bertahun-tahun lamanya dia menanti handsetnya berirama dengan satu mesej kepastian daripada gadis itu. Bertahun-tahun itu jugalah jiwanya sentiasa resah. Entah bila penantiannya akan berakhir dengan satu jawapan.Entah bila…



‘’Umar, kau nak beli sim card baru, kan?’’ soal Fathil tatkala melihat teman sebiliknya itu asyik membelek-belek handset..

‘’A’ah!’’ Umar mengangguk ringkas.

‘’Beli yang aku punya je lah,’’ tawar Fathil.

‘’Separuh harga?’’ acah Umar.

‘’Beres. Kau nak sekarang ke?’’

‘’Tak nak…’’ Umar acuh tak acuh.

‘’Cis, buang karen je!’’ bentak Fathil.

‘’Bukan tak nak beli tapi tak nak kau main-mainkan aku. Kau nak jual betul-betul ke ni?’’ Umar meragui.

‘’Muka hensem aku ni ada gaya penipu ke?’’ Fathil berwajah serius.

‘’Aku pelik sebenarnya. Bukan ke baru sebulan kau beli sim card tu? Tiba-tiba nak jual, mesti ada apa-apa,’’

‘’Tak sampai pun sebulan…’’ Fathil membetulkan fakta.

‘’Habis tu, nak beli yang lain pulak?’’

‘’Mmm..dah beli pun. Aku sebenarnya nak lari dari mak we aku. Malas nak ada apa-apa kenangan. Aku tak nak dia tahu nombor baru aku,’’

‘’Tiap-tiap malam gayut, tiap hujung minggu asyik dating pun, boleh clash jugak?’’

‘’Biasalah…lelaki mudah bosan. Seplayboy-playboy aku pun, aku nak cari perempuan baik tau. Dia ni emm…tak kena selera gadis idaman aku lah. Aku malas nak cerita kat kau. Kau tahu apa Umar…tak pernah bermak we,’’ Fathil meluahkan.

Dia sebenarnya cemburu apabila teman wanitanya asyik mendesak dia menceritakan tentang seorang lelaki. Teman wanitanya terlihat lelaki itu membonceng motornya pada suatu petang dan asyik memuji ketampanannya. (Siapa yang tidak cemburu…dan, kau tahu Umar….kaulah lelaki itu)

‘’Aku bukan jenis mainkan perempuan macam kau…’’ Umar menyindir.

‘’Eleh…nak kutuk aku lah tu. Kau tahu tak Umar, aku clash pun sebab aku tak nak mainkan dia lagi. Aku dah syok kat awek lain lah,’’

‘’Ish, awek malang mana lah pulak yang kan jadi mangsa kau kali ni,.. Dasar playboy!’’ sinis mengenakan Fathil sambil tersenyum.

‘’Dengki lah tu! Kau mengaku je lah Umar, kau tu tak berani macam aku nak cari mak we. Sampai sekarang tak der mak we. Dayus! Penakut!’’ Fathil pula mengenakan Umar.

‘’Penakut?! Sikit pun aku tak takut lah…aku malas je!’’

‘’Eleh, cakap bolehlah. Kau kena tunjukkan pada aku, Aku cabar kau tackle Maziah,’’ Fathil tersenyum sinis. Dia yakin Umar akan tewas dengan cabarannya.

‘’Maziah mana pulak ni?’’

‘’Classmate aku. Sombong betul dia…buat aku tercabar je. Nanti ada peluang aku tunjuk kat kau. Tapi ingat, aku memang dah syok giler kat dia. Aku suruh kau tackle je, pas tu bagi jalan kat aku,’’

‘’Kau kan mahir bab-bab tackle perempuan ni. Kau je lah tackle dia,’’

‘’Kan betul kau penakut. Malu aku nak ngaku kawan… Kau tahu tak, Maziah ni bukan perempuan spesis biasa-biasa, dia lain sikit lah. Sebab tu kalau kau boleh tackle dia, memang aku tabik kat kau,’’

‘’Hey, aku berani lah! Tapi, buang masa aku je tackle perempuan..’’ Umar menolak cabaran.

‘’Kau ulang lah kata kau berani 1000 kali. Aku tak kan percaya selagi kau tak tunjukkan pada aku. Nah, ambil sim card ni. Kalau berani, aku cabar kau tackle Maziah dengan cara apa sekalipun…’’ wajah Fathil hambar. Dia keluar meninggalkan Umar sendirian. Dia
menghabiskan malamnya di cyber café, manalah tahu kalau boleh sangkut dengan mana-mana awek dalam laman chit-chat.

(Buang masa layan Umar. Jenis budak baik, budak baik juga lah…) bisik Fathil.



Umar tercabar. Dia mendengus. Simcard baru diisi ke dalam handset. Sejurus selepas itu, irama handset berbunyi.

‘’Hello! Fathil…’’ suara lunak seorang gadis menerjah masuk ke gegendang telinga Umar.

‘’Err, hello. Fathil tak der,’’ Umar gugup berhadapan suara itu.

‘’Ah, alasan je tu! Fika tak percaya… Fika nak cakap dengan Fathil, cepatlah…’’ suara itu mendesak.

‘’Betul…dia keluar. Sumpah!’’ Umar meyakinkan.

‘’Dah dekat 1000 kali Fika call, kenapa dia tak angkat?’’

‘’Sebenarnya, Fathil dah pakai nombor baru. Ni dah jadi nombor saya,’’

‘’Fika dah agak…dia memang nak larikan diri dari Fika. Tak tahu apa salah Fika…semua jantan memang macam tu, suka permainkan perempuan,’’ suara itu bertukar sebak. Tersentuh hati Umar.

‘’Tapi, tak semua….’’ Umar membela kaumnya.

‘’Fika tak pernah jumpa pun….semua lelaki yang Fika kenali tak boleh harap,’’

‘’Err, suatu hari nanti jumpa lah….’’

‘’Huh, entah bila…’’

‘’Berdoalah pada Allah,’’

‘’’Berdoa?’’ gadis itu ketawa terbahak-bahak mendengar saranan Umar.

(Aku buat lawak ke?) bisik Umar, keliru.

‘’Okeylah. Nanti saya duduk kat sejadah dan berdoa 24 jam. Untung-untung, putera kayangan pun rasa nak turun melamar saya. Okey, bye!’’ gadis itu melawak sambil ketawa lagi.



Hati Umar bergetar. Inilah kali pertama dia bercakap dengan perempuan melalui telefon. Itupun secara tidak sengaja. Suasana di Sekolah Taman Islamnya dulu tidak pernah memberi peluang dan ruang untuknya mengenali seorang perempuan dengan lebih dekat. Jauh sekali untuk berhubung begini. Kali pertama dia cuba mendekati perempuan sewaktu awal masuk ke universiti. Itupun tak dilayan. Masakan tidak, perempuan itu ialah Asiah Yusro, perempuan yang terkenal dengan waro’ di sekolahnya dulu.



Suara merdu gadis yang baru dikenali sebagai Fika itu terus terngiang-ngiang di pendengaran.

(Merdu sungguh suaranya., tentu wajahnya pun menawan. Lagipun, Fathil syok kat perempuan-perempuan cantik je. Tapi, kenapa boleh clash pulak?)

(Astargfirullah! Fitnah besar pada hati aku ni….)

Umar menepis bisikan-bisikan liar yang singgah di hatinya. Tiba-tiba irama handsetnya berbunyi lagi.

‘’Hello, Fika ni!’’

Gurlp! Umar menelan liur.

‘’Hello!’’ balas Umar.

‘’Mmm. Fika lupa nak kenalkan diri tadi. Saudara jugak tak kenalkan diri pun,’’ Umar terlopong. Suara merdu itu benar-benar menggetarkan hatinya.

‘’Nama penuh Fika, Nur Syafika bt Amir. Pelajar Kejururawatan. Saudara?’’

‘’Err…Umar Al-Mujahid bin Muhammad Suyuti,’’

‘’Wow, machonya nama. Orangnya pun mesti macho…’’

‘’Ish, tak der lah. Biasa je…’’

‘’Mmm, merendah diri pulak. Awak mesti best. Kalau Fika panggil abang Umar, boleh?’’

‘’Abang?!’’ Gurlp!!!

‘’A’ah….tanda respect Fika, bukanya ada apa-apa. Boleh kan abang Umar?!’’

‘’Err…’’ kelu lidah Umar.

‘’Okeylah bang Umar. Fika chow dulu. Nanti Fika call lagi. Kalau rindu Fika, sms lah…miss you my hero! Ummmwah…’’

Gurlp! Sudah ke berapa kali Umar menelan liur. Fikirannya jauh menerawang. Dia cuba membayangkan wajah Fika. Hatinya dibuai bisikan-bisikan asyik tentang seungkap nama Nur Syafika. Suara halus selunak buluh perindu itu terus bermain-main di ingatan. Umar cuba menepis tapi kali ini dia tak berdaya lagi. Suara itu terlalu merdu dan menggoda. Umar mengukir senyum sendiri.

‘’Umar, kau nak tengok persembahan teater, tak?’’ Fathil mengajak. Kepalanya ligat mengatur strategi untuk mempengaruhi Umar. Dia mesti bijak menjerat Umar agar dia boleh bebas daripada buruan Fika. Baru petang tadi dia diburu lagi oleh Fika dengan pelbagai pujuk rayu. Akhirnya dia menjanjikan sesuatu untuk Fika kerana dia tahu dia tak boleh bebas daripada gadis yang licik itu selagi Umar tak dijadikan penggantinya.

‘’Tak minat!’’ balas Umar. Ringkas.

‘’Cis, budak skema! Tak sporting lah kau ni… Jom lah Umar, aku bukannya ajak kau club in, tengok teater dalam universiti je. Lagipun, bukan ada apa-apa malam ni…bosanlah!’’

‘’Aku tak nak!!’’ tegas Umar.

‘’Okey, kalau kau tak nak ikut, aku nak ubah plan pergi disco. Kau sanggup tengok kawan kau nak pergi tempat maksiat, Umar?’’ Fathil tahu kelemahan Umar, seterusnya cuba menjerat.

‘’Tapi…Hizbi, Banna, Hanif, Faizi dan Syamil nak datang malam ni…’’

‘’Oh, kawan-kawan kau yang selalu datang tu. Baik aku chow cepat-cepat. Aku segan lah ngan diorang tu. Geng-geng malaikat tu, aku pulak geng setan. Ntah macam mana aku sebilik ngan kau sebab kau pun geng diorang jugak, kan?!’’

‘’Diorang tu satu sekolah ngan aku dulu…Tapi Hanif ngan Faizi bukan! Mereka kawan baik aku,’’

‘’Patutlah kau pun ala-ala malaikat skit. Tak sebulu ngan aku…’’

‘’Hey Fathil, jangan kata cam tu! Aku pun gila-gila macam kau jugak tau. Ingat aku suka sangat diorang datang? Aku pun dah bosan dengan diorang. Asyik nak ajak aku pergi program agama je, ingat ni zaman sekolah dulu lagi agaknya,’’

‘’Kau biar betul, Umar. Cakap bolehlah…’’ Fathil ragu-ragu.

‘’Okey, aku ikut kau pergi tengok teater!’’

‘’Hah, macam tu lah kawan aku! Jangan pandai cakap je tapi kena tunjukkan. Macam ni lah yang aku nak…’’



Fathil menghidupkan enjin motorsikal krissnya. Umar membonceng di belakang. Kepalanya asyik memikirkan pertemuan yang bakal diatur antara Umar dan Fika.

‘’Eh..eh.. Maziah lah!’’ Fathil tak menyangka terserempak dengan Maziah.

‘’Yang mana?’’

‘’Tu, tu, baju putih…’’

Umar berpaling ke belakang. Matanya liar meneliti gadis berbaju putih yang sedang menunggu di perhentian bas bersama beberapa orang kawannya. Kelajuan motorsikal yang dipandu oleh Fathil menyebabkan pandangannya mampu menatap wajah Maziah sekilas cuma.

‘’Nampak tak?’’ suara Fathil agak meninggi melawan frekuensi angin.

‘’Sikit-sikit je..kau bawa motor laju sangat,’’balas Umar.

‘’ Okey, aku pusing lagi sekali. Cam betul-betul tau…’’ Fathil bertindak seperti apa yang dikata. Sebaik sahaja melepasi perhentian bas itu, dia memperlahankan motorsikalnya sambil berteriak gatal,

‘’Maaaziaaahhhh…!’’ Gadis itu memandang tepat. Kawan-kawannya juga turut memandang. Panahan matanya tembus ke hati Fathil hinggakan motorsikal yang dipandunya hampir hilang kawalan. Nasib baik sempat cover.

(Boleh tahan! Tapi, macam pernah nampak, di mana ya?) bisik Umar.

Umar cuba mengecam wajah Maziah sekali lagi. Matanya beralih fokus kepada seseorang.

(Eh, Asiah Yusro?!)Dia terperanjat melihat gadis yang berada di tepi Maziah ialah Asiah Yusro, gadis pujaan hatinya.

(Alamak, mesti Asiah Yusro terkejut tengok aku naik motor dengan budak gila-gila macam Fathil ni. Mesti dia sangka aku tak thiqoh lagi. Ahh,..biarkan. Boleh blah lah Asiah Yusro dengan thiqoh kau tu…kaulah wanita paling kejam. Bertahun-tahun kau buat jiwa aku terseksa!)



Fathil mencari tempat parking berhampiran dewan besar universiti. Kakinya pantas menyusun rentak ke dewan, diiringi oleh Umar.

‘’Lawa si Maziah, kan?!’’

‘’Kau memang…cari orang lawa je!’’

‘’Kau tahu ape! Maziah tu bukan saje lawa tapi baik, tau!’’

‘’Buktinya?’’

‘’Ntah?! Aku tengok dia pandai bawa diri. Nampak terjaga…’’

‘’Perasaan kau je tu!Aku rasa perempuan macam tu berpotensi besar buat jiwa kau terseksa,’’ Umar belajar daripada pengalaman.

‘’Orang tak de mak we cam tu lah! Mana kau tahu tengok perempuan,’’

‘’Kau jangan cabar aku, Fathil. Tengoklah nanti, dalam masa sesaat pun aku boleh cari mak we,’’

Pap! Satu tumbukan lembut singgah di bahu Fathil. Seorang gadis berwajah jelita, beraksi menggoda sedang menarik muka masam.

‘’Fathil nak nyorok dari Fika, ye?!’’ marah gadis itu. Comel.

(Fika?! Gurlp!!)

‘’Umar, kau bertuah malam ni…memang sesaat pun!’’ Fathil separuh berbisik. Umar kehairanan dan cuba mentafsirkan kata-kata itu.

‘’Err, tak de lah Fika. Fathil sebenarnya puas cari pengganti untuk Fika. Bukan Fathil tak suka Fika, tapi Fathil rasa ada orang yang lebih baik untuk Fika berbanding Fathil. Itu tanda sayang ikhlas Fathil pada Fika. Kenalkan ni Umar Al-Mujahid. Dia boleh jadi pak we baru Fika,’’pandai Fathil menyusun ayat. Dia memang mahir bertanam tebu di pinggir bibir. Hatinya melonjak-lonjak riang kerana boleh bebas daripada perempuan yang dianggap merimaskan ini. Lagipun dia tahu, memang itu yang Fika inginkan. Fika tentu gembira melihat lelaki misteri yang membonceng motornya tempoh hari, kini ada di depan matanya.



Umar dan Fika saling berpandangan. Umar lemas dengan renungan tajam gadis itu. Dia makin tenggelam dengan senyuman manis yang mula berkuntum dari bibir mungil bak limau seulas, merah bak delima merekah.

(Cunnya Fika!) terbeliak mata Umar.

(Wow, 10 kali ganda lagi hensem dari Fathil! Macam Hritik Roshan..) Fika pun turut terpegun dengan ketampanan Umar.



Hidup Umar makin terawang-awangan dibuai bayangan Fika. Si gadis jelita. Teknologi sms ‘dimanfaatkan’ sepenuhnya sebagai penghubung saban hari. Kadang-kadang, sampai tak tidur malam mereka berbalas sms.

(Jiwa aku selalu resah. Ibarat makan tak kenyang, mandi tak basah. Inikah makna cinta? Ya, aku rasa, aku dah jatuh cinta!)

Kini, barulah Umar dapat merasai keseronokan memiliki seorang teman wanita sebagaimana yang sering diceritakan oleh Fathil. Memang seronok! Umar tak mampu lagi menongkah arus di lautan cinta remaja yang menipu daya. Dia membiarkan dirinya terus dan terus hanyut dipukul badai cinta yang kian bergelora. Cinta yang terumbang-ambing di samudera luas dan tak tertinjau tepiannya. Kini, malamnya ditemani mimpi-mimpi indah,siangnya teruja dek warna-warni cinta. Cinta itu indah.

(Fika, kau istimewa! Bagiku, kaulah penyingkap makna cinta di hati ini… Fika, bayanganmu sentiasa menemaniku. Fika, hatiku milikmu! Oh, Fika…)



Tok!Tok! Assalamualaikum…

Kebetulan, Fathil hendak membuka pintu untuk keluar tatkala pintu biliknya diketuk.

‘’Umar ada?’’ seraut wajah bersih seorang lelaki tercegat di depan biliknya. Bibir lelaki itu menguntum senyuman. Tangannya dihulur untuk berjabat tangan dengan Fathil. Fathil menyambut salam dengan kekok.

‘Saya Banna… Hassan Al-Banna,’’ lelaki itu memperkenalkan diri.

‘’Kenal…selalu dah nampak muka kau tapi tak tahu nama. Kau duduk kolej sebelah, kan?!’’

‘’Mmm…awak?’’

‘’Aku Fathil,’’. Sejurus selepas itu Fathil melaung memanggil Umar.

‘’Umar, kawan kau datang!’’ Tiada laung balas. Senyap. Handset Fathil pula berirama minta diangkat.

‘’Hello, Joe! Dia masih ada kat stall tu? Aku nak pergi lah ni,’’. Fathil tergesa-gesa mengikat tali kasut.

‘’Umar tertidur, kot. Pergi lah jenguk dalam compartment dia tu!’’ Ujar Fathil kepada Banna. Banna mengangguk. Fathil meluru keluar sebaik sahaja tali kasutnya kemas diikat.



Banna masuk ke compartment Umar. Dia sedang nyenyak tidur. Tidur petang. Di dalam genggamannya yang terbuka, Banna menjeling kepada satu mesej yang tertera di skrin handset.



Bang Umar, takkan asyik sms je. Petang esok kita jumpa kat PWTC nak? Bolehlah bang…plizzzzzz….luv u!!! Fika saaaaaayang abang. Ummmwahhh!


Banna terkejut membaca mesej itu. Dikelip-kelipkan matanya bagaikan tidak percaya.

(Umar sedang bercinta?) hatinya sukar menerima.

Selang seketika, pintu bilik itu dikuak orang. Fathil masuk tergesa-gesa tanpa membuka kasut. Dia mengambil sekeping kad bersampul biru muda.

(Tertinggal agaknya…)Banna memandang Fathil dengan senyuman.

‘’Dia tak bangun lagi ke?’’ Fathil sempat menjenguk Banna di dalam compartment Umar.

‘’Emm..tak lagi!’’ balas Banna masih tersenyum. Fathil mendengus lalu menggoyang-goyangkan bahu Umar.

‘’Woii, bangunlah….kawan kau datang ni!’’ tengking Fathil. Umar menggosok-gosokkan mata. Dia menatap paparan mesej di skrin handset seketika, kemudian pantas menutupnya.

‘’Macam tu lah dia. Hari-hari main sms sampai tertidur. Aku nak ajak keluar pun susah sekarang ni,’’ leter Fathil . Hati Banna makin curiga dengan Umar.

‘’Err, nak ke mana tu?’’ Banna sempat bertanya.

‘’Nak ke stall. Sekarang ni kan Mujahidah Week, bolehlah membeli sambil ngorat mujahidah…’’ Fathil ketawa berdekah-dekah dengan lawaknya. Banna turut tersenyum.

‘’Chow dulu…’’ Fathil melemparkan senyuman ramah.

(Bagus dia, mudah masuk ngan orang…) hati Banna memuji Fathil.



Banna menerangkan kepada Umar bahawa dia datang untuk mengajak Umar menghadiri perjumpaan mingguan smart group bagi pelajar-pelajar lepasan Sekolah Taman Islam, sebuah sekolah swasta yang tidak asing lagi di negeri Utara. Namun, tak semua orang yang menyertainya berasal daripada sekolah itu, majoriti mereka daripada situ. Smart group ditubuhkan bertujuan untuk mengumpulkan mereka, berbincang soal akademik, akhlak, isu semasa, tarbiyyah dan da’wah. Smart group juga dapat mengikat hati-hati mereka agar tetap bersama sahabat-sahabat yang soleh dan suasana yang mendidik. Kewujudan smart group adalah cetusan dari kesedaran bahawa fatamorgana dunia hari ini terlalu menipu daya. Maka, setiap jiwa yang hajat kepada Islam perlu dikumpulkan bersama biarpun dalam smart group kecil agar mereka boleh lengkap- melengkapi dan kuat- menguatkan menghadapi cabaran jahiliyyah.

(Ahh, boleh blahlah smart group! Pergi jahanam dengan Asiah Yusro… Aku dah besar, aku tak perlukan smart group. Aku bukan pelajar Sekolah Taman Islam lagi. Aku mahasiswa universiti. Smart group, namanya pun sudah jelek aku mendengarnya!)

‘’Banna, ana ada hal lah esok,’’ Umar masih mengekalkan ganti nama ana yang cukup sebati dituturkan di Sekolah Taman Islam.

‘’Hal apa yang lebih penting dari smart group?’’

‘’Err…nak buat assignment, banyak lagi tak siap. Hari Isnin ni dah kena hantar,’’ Umar beralasan. Dia sudah pandai berbohong.

‘’Kalau macam tu, kita buat smart group di bilik nta. Sambil-sambil tu, kami semua boleh tolong nta siapkan assignment..’’ Banna menawarkan pertolongan.

‘’Eh, tak yah lah…ana boleh buat sendiri,’’Umar menolak.

‘’Datang smart group kejap je, Umar. Tak sampai pun sejam. Insyallah, kalau nta datang, Allah akan permudahkan urusan nta untuk buat asignment . Kalau kita tolong agama Allah, Allah akan tolong kita. Smart group bukan benda main-main, ianya tanda sensitiviti kita pada agama. Sahabat-sahabat kita semuanya dah cukup rindu kat nta,. Masuk ni, dah tiga kali nta tak datang. Bayangkan tiga minggu nta menghilang, macam mana sahabat-sahabat kita tak risau?!’’

(Mereka semua ni sama cam dulu. Ambil berat sungguh! Tapi, aku dah bosan dengan smart group…)

‘’Malam kami ziarah bilik nta ramai-ramai tu, nta ke mana? Bukan ke kita dah janji?!’’ Banna melontarkan persoalan.

‘’Ana minta maaf. Ana terlupa. Malam tu, Fathil ada urusan. Ana temankan dia. Tak sempat nak hantar mesej kat nta,’’

‘’Umar, ana bukan nak marah, ana masih sangka baik kat nta. Nta tetap sahabat kami sampai bila-bila. Datanglah esok…’’

‘’Esok memang ana tak bolehlah. Kirim salam je lah kat semua. Kalau ditanya, katakan ana banyak assignment,’’

‘’Insyallah. Oh ya! Dr. Azmin kirim salam . Dia kata puas dia contact nta tapi tak dapat-dapat,’’. Wajah kebapaan bekas guru di Sekolah Taman Islam yang kini sudah bergelar pensyarah itu, bertandang di fikiran Umar. Baru semalam dia bertembung dengan Dr. Azmin namun dia cepat-cepat mengelak.

(Aku tak nak jumpa Dr. Azmin lagi. Aku dah bosan dengan bicaranya tentang tarbiyyah dan da’wah. Tarbiyyah, da’wah? Pergi jahanamlah…aku dah meluat. Pergi jahanam bersama Asiah Yusro)

‘’Ana dah tukar sim card?’’jawab Umar bersahaja.

‘’Kenapa tak inform?’’

‘’Ana nak rahsiakan nombor ana,’’ Umar tak berselindung.

‘’Kenapa ni Umar?’’hairan Banna dibuatnya.

‘’Ntah?!Bosan…’’getus Umar. Wajahnya berkeriut kebencian.

‘’Bosan? Bosan dengan apa?’’

‘’Bosan dengan semua yang ada di Taman Islam. Ana rasa terkongkong. Betul-betul bosan! Rasa muak bila diajak ke program-program tarbiyyah terutamanya smart group. Tolonglah…ana tak nak dengar perkataan tu lagi, bosan! Ana tak nak semua ni. Ana nak rasa enjoy macam orang lain. Ana tak tahan dan memberontak bila kat sini pun korang semua masih nak kongkong ana macam kat Taman Islam dulu. Ziarah, usrah, ukhuwwah, da’wah, tarbiyyah…ahh, meluat!’’terpancul kata-kata yang sarat luahan.

(Kenapa aku luahkan semua ni? Ahh…biarkan…biarkan…dah lama benar ia terpendam) Umar puas dengan luahannya. Peluh dingin memercik di dahi.

Banna terpaku.

(Benarkah apa yang aku dengar ini? Alam nyata ke ni?)

‘’Umar, nta bosan dengan hidayah Allah?’’ Banna mengungkap.

(Gurlp! Bisa sungguh pertanyaan ni!)

‘’Umar, kat Taman Islam dulu, nta Ketua Pengawas yang sangat ana kagumi. Ana masih ingat lagi kata-kata nta dulu….. diri kita ibarat cawan. Kalau kita tak tuang di dalam cawan dengan air, molekul-molekul angin akan masuk. Begitulah juga diri kita, kalau kita tak tuang dengan ilmu dan iman, anasir-anasir lain akan masuk. Kita hajat kepada tarbiyyah untuk mengisi diri kita dengan bekalan iman agar hidayah Allah kekal dan tak hilang dalam hati. Kita terlalu hajat pada hidayah Allah,’’ Banna menyambung lagi,

‘’Umar, ke mana pun kita lari dan pergi, kita akan kembali kepada Allah. Kita tak boleh sombong dengan Allah. Allah boleh menapis diri kita daripada mendapat hidayah-Nya bila-bila masa saja, sebab tu lah kita perlu bersyukur dengan hidayah Allah dan perlu berusaha mengekalkannya. Allah dah tunjukkan jalan yang terbaik untuk kita, kenapa kita nak sia-siakannya?’’

‘’Ahh, jangan ulang ucapan tu lagi. Ana bosan mendengarnya,’’ jiwa Umar gersang. Sudah lama tak disirami hujan iman.

(Itu dulu. Apa yang aku dapat dari semua tu? Kerana semua tu lah, aku mengenali Asiah Yusro, lantas sejak itulah perasaanku terseksa. Aku juga tahu, kerana semua tu lah Asiah Yusro tak membalas cintaku. Semua tulah yang merampas Asiah Yusro dariku. Aku benci!!!)

‘’Umar, jangan cuba lari dari hidayah Allah. Fikirkanlah, sampai bila nta nak berkrisis dengan Allah macam ni? Hidup ini takkan selamanya begini. Kita akan mati berjumpa Allah. Nta nak termasuk di kalangan orang-orang yang rugi?’’ Banna tidak jemu melembutkan hati Umar. Banna terdiam.

(Ahhhhhhhhh….bosannya!!! Tapi, betul juga cakap Banna)

‘’Ana tak sekuat nta, Banna. Ana futur, tak larat nak bangun balik. Nantilah,esok kalau ada masa ana datang smart group,’’ jiwa Umar terusik. Banna tersenyum. Air liurnya tak terbuang sia-sia.

‘’Ana akan tunggu nta.Bukan ana je, tapi kami semua akan tunggu nta. Ingat, sahabat-sahabat kita rindukan nta, terutamanya mas’ul kita, Dr Azmin,’’



Irama handset Umar berbunyi. Umar nampak gugup.

‘’Hello, err, nanti abang telefon kemudian. Abang ada tetamu ni…’’ Umar menjawab panggilan dengan ringkas. Banna faham lalu meminta diri.

‘’Tak per lah Umar, ana pergi dulu. Nak jumpa adik kembar ana kat stall jap, Assalamualaikum. Jumpa lagi,’’ Banna bangun beredar. Umar membalas salam. Selang seketika,handsetnya berbunyi lagi. Umar menjawab panggilan itu dengan suara lembut. Banna menjeling.

(Adik dia kot…)hati Banna cuba berbaik sangka. Namun, otaknya ligat berfikir sesuatu. Basah di ingatannya mesej yang sempat dicuri-curi baca sebentar tadi, lalu dia membuat satu sms.



Assalamualaikum. Smart Group bertukar venue di PWTC, kul 5.30 ptg esok.



Banna melangkah ke gerai yang berderet-deret tersusun berhampiran dewan besar universiti sempena Mujahidah Week. Dia mencari gerai kepunyaan Kelab Penulisan. Adik kembarnya berniaga di situ. Dari jauh, Banna melihat adiknya Maziah bersama Asiah Yusro, teman baik adiknya sedang sibuk menyusun buku-buku di gerai mereka.

(Ish, Asiah Yusro pun ada?! Seganlah….)hati Banna berbisik. Dia mengakui hatinya resah tiapkali terpandang Asiah Yusro, mawar mujahidah acuan Sekolah Taman Islam yang sangat dihormati kerana ketokohannya dalam tarbiyyah dan da’wah. Lantaran itu, hatinya akan segera beristighfar. Dia tidak mahu jiwanya dibiarkan parah dibaham mazmumah.



Banna memberanikan jua kakinya melangkah mendekati gerai Kelab Penulisan.

‘’Assalamualaikum. Maziah, abang nak jumpa, jap,’’ Banna mengajak adiknya beredar sedikit daripada gerai itu. Maziah meminta izin daripada Asiah Yusro. Asiah Yusro mengangguk lembut sambil mengukir senyuman. Sebelum beredar bersama abangnya, Maziah sempat mengambil cebisan-cebisan kertas berwarna biru yang baru dikoyak dari dalam lipatan sebuah buku.

‘’Kertas apa tu?’’ Banna menjeling.

‘’Tadi, ada sorang classmate Maziah bagi. Geli Maziah membaca ayat-ayat yang ditulis lalu dengan spontan tangan Maziah mengoyaknya. Maaf, tak sempat nak tunjuk kat abang..’’ Maziah meyerahkan cebisan-cebisan kertas itu ke tangan abangnya. Banna menyambut lalu membelek-belek.

‘’Lelaki ke?’’

‘’Kalau perempuan, Maziah tak kan buat macam ni, bang…’’

‘’Hidup remaja memang terlalu mencabar. Dugaan cinta macam ni akan datang silih berganti. Sebab tu lah kita hajat sangat pada tarbiyyah agar kita tak hanyut nanti.,’’nasihat seorang abang.

‘’Abang doakanlah selalu untuk Maziah ye. Hidayah tu milik Allah…Maziah takut hidayah tu hilang dari diri Maziah jika tergoda dengan ujian ni. Allah tak perlukan Maziah tapi Maziah memang terlalu memerlukan hidayah-Nya untuk selamat di dunia dan akhirat. Kalau kita tak jaga hidayah Allah, ia boleh pergi meninggalkan kita, kan bang?!’’

(Syukurlah Allah masih memberi kesedaran ini kepada adikku. Wanita yang ditarbiyyah adalah sebaik-baik nikmat di dunia ini)

‘’Mmm.Sama-samalah kita berdoa….’’ Banna mengangguk setuju.



‘’Kau tengok tu! Patutlah dia koyak senang-senang je kad yang aku beli mahal-mahal, rupa-rupanya dah ada pak we,’’ bentak Fathil yang berada selang beberapa gerai dari kedudukan Maziah dan abangnya.

‘’A’ah lah Fathil. Eh, eh, dia tunjuk kat pak we dia pulak kad kau tu. Aku rasa, tentu pak we dia tengah hina kau teruk-teruk. Melampau diorang ni, Fathil,’’ tambah Joe.

‘’Dating depan orang ramai pulak tu,’’ darah Fathil mendidih.

‘’Nampak je baik, tapi spesis Fika jugak ni. Yang aku bengang sangat, aku kenal pak we dia tu,’’gigi-gigi Fathil dicengkam kuat, bergemerincing.

‘’Siapa?’’

‘’Kawan roommate aku. Banna namanya. Ingatkan dia budak waro’, tapi sama setan cam aku je. Maziah tu pulak memang sengaja dating depan aku, nak sakitkan hati aku lah tu,’’

‘’Fathil, kau tengok je awek kau kena kebas depan mata? Kalau aku, aku takkan biarkan budak tu. Kena bagi penangan skit…’’

‘’Aku ni pantang dicabar, Joe. Aku tengah mendidih ni. Dah lah aku meluat ngan Fika ramai boyfriend, baru nak pikat perempuan baik, begini pulak jadinya. Kalau nak bagi penangan, bukan setakat Banna, Maziah dan Fika pun aku nak ajar sekali,’’

‘’Aku tahu kalau Fathil yang cakap memang dia buat,’’ Joe makin mengapi-apikan kemarahan Fathil.

‘’Joe,malam ni kau dan Umar ikut aku belasah Banna, nak?’’

‘’Malam ni? Kenapa lambat sangat…sekarang ni pun dah boleh belasah ngan mulut. Semburlah pedas-pedas skit kat diorang yang tengah berasmara tu,’’

Fathil makin terbakar dengan hasutan Joe.



‘’Maziah, tahu tak ziarah keluarga Hanif pada cuti semester lepas tu ada makna?’’

‘’Hanif mana ni bang?’’

‘’Alah, Hanif…kawan abang yang hitam manis tu. Dia tak de rupa sangat tapi agamanya, insyallah.’’

‘’Oh, yang ada bersama abang ketika kita jumpa hari tu?! Dia dari Sekolah Taman Islam jugak ke, bang?’’ Pergaulan yang terbatas di sekolah itu menyebabkan pelajar perempuannya kurang mengenali pelajar lelaki. Begitulah sebaliknya.

‘’Takk, dia sekolah biasa je. Tapi aktif ikut tarbiyyah kat sini. Dia dalam smart group yang sama dengan abang.,’’

‘’Maziah ingat….zaman kecil-kecil dulu, keluarganya selalu ziarah rumah kita. Tapi, bila dah besar macam ni dia jarang ikut keluarganya ziarah. Dia tu nakal masa kecil dulu,kan abang? Maziah cukup tak suka kat dia dulu. Dia selalu ejek Maziah macam-macam,’’

‘’Alah, masa kecil semua orang nakal. Perempuan biasanya baik sikit lah. Kalau kita tahu kelemahan seseorang, kita kena ingat, no body is perfect. Kita pun ada kelemahan. Membetulkan adalah tanggungjawab kita. Maziah macam mana sekarang ni? Boleh terima ke kalau keluarga Hanif masuk meminang?’’

‘’Sebenarnya, Maziah dah fikirkan semua ni. Umi dah bagitahu Maziah awal-awal lagi. Ibubapa Hanif betul-betul berharap. Maziah tak kisah siapa pun yang bakal jadi suami Maziah, asalkan fikrahnya jelas dan dia berada di atas jalan tarbiyyah dan da’wah. Maziah tak pernah pandang rupa atau kekayaan, Maziah hanya hajat pada agama dan bimbingannya,’’

‘’Syukurlah, abang gembira dengan jawapan Maziah….’’



Tiba-tiba…..

‘’Ingatkan perempuan pakai tudung labuh tu baik, tapi tak sangka ala-ala setan jugak. Nak dating pun pergi tempat lain lah woiii…’’laung Fathil dengan kuat ke arah Banna dan Maziah. Mereka terkejut. Beberapa orang pelajar yang lalu lalang memandang sinis ke arah mereka dengan kata-kata Fathil yang lantang itu. Banna cuba menjelaskan keadaaan. Dia menghampiri Fathil.

‘’Fathil…dengar sini…’’

‘’Aku kenal kau. Hipokrit. Berlagak baik tapi sebenarnya setan….’’

‘’Fathil…’’ Banna cuba bersuara lagi. Terhalang.

‘’Sudahlah….tak payah nak mengaku baik lagi. Sudah terang lagi bersuluh. Nak buat maksiat pun depan-depan orang. Buat malu nama universiti je,’’ Fathil tidak mahu mendengar apa-apa penjelasan daripada Banna selepas memalukan mereka berdua di khalayak ramai. Dia puas lalu meninggalkan mereka terpinga-pinga.



Asiah Yusro melihat kejadian itu. Dia bergegas menghampiri Maziah.

‘’Sabarlah Maziah, Allah tahu nti adik- beradik,’’

‘’Manusia memang macam tu, bila timbul rasa dendam dan cemburu tak bertempat, dia mula lah nak lakukan perkara tak baik pada orang lain,’’ luah Maziah dengan gelagat Fathil, rakan sekelas yang sering mengganggunya saban hari.

‘’Maziah, pandanglah semua orang dari kacamata dakwah. Kasihan lelaki tadi, mungkin niat dia ikhlas nak mencegah mungkar di depan matanya tapi kurang teliti dengan tindakannya. Lagipun, kedudukan Maziah dan abang Maziah tadi memang boleh menimbulkan prasangka, betul tak ?’’ Maziah mengangguk.

‘’Kita doakanlah agar orang sepertinya akan mengenal tarbiyyah dan da’wah bil hikmah dengan izin Allah,’’ Kata-kata Asiah Yusro menenangkan hati Maziah. Dia berzikir memuji Allah.



Banna datang menghampiri adiknya.

‘’Maziah, kita beristighfarlah atas kejadian tadi. Mungkin silap kita juga. Semuanya kerana salah faham,’’ Banna mengingatkan adiknya. Maziah tersenyum. Begitu juga Asiah Yusro.

‘’Insyallah, bang! Err, abang…dia lah yang menghantar kad biru tu. Maziah ada mendengar abang panggil nama dia tadi, abang dah kenal dia, ya?!’’ Tanya Maziah.

‘’Dia roommate Umar Al-Mujahid, bekas ketua pengawas sekolah kita dulu. Abang selalu ziarah biliknya,’’ Banna menerangkan. Di Taman Islam, siapa yang tak mengenal Umar Al-Mujahid.

‘’Oh, ingat tak peristiwa kat bus stop tu? Rasanya, Umar lah yang membonceng motor dia?’’ Maziah memandang Asiah Yusro. Asiah Yusro berfikir sesuatu. Hatinya resah mendengar nama Umar Al-Mujahid.

(Apa khabar dia sekarang? Masihkah dia seperti dulu? Hebat dengan tarbiyyah dan da’wah…). Tak lama kemudian, Asiah Yusro bersuara,

‘’Ana pun rasa begitu. Bersyukurlah kalau lelaki tadi sebilik dengan Umar. Mudah-mudahan Umar boleh membimbingnya mengenal tarbiyyah dan da’wah,’’

Banna terdiam dengan kata-kata itu.

(Alangkah bagusnya kalau begitu. Tapi, aku takut si Fathil pula yang membimbing Umar agar lari dari hidayah Allah. Na’uzubillah. Astargfirullah, sangka tak baik kat orang pulak aku ni. Astargfirullah)



Fathil masuk ke bilik dengan nafas kencang berombak di dada. Dipecat baju lalu dihempas kasar ke katil. Sejurus kemudian, dia merebahkan badan.

‘’Kenapa kau ni, Fathil? Masih gagal tackle Maziah ke?’’ tanya Umar yang sejak tadi memerhati. Umar baru sahaja selesai berbalas-balas sms dengan Fika.

‘’Aku bengang betul lah!’’

‘’Bengang apa?’’

‘’Maziah dating depan aku tadi lepas sesuka hati dia je koyak kad yang aku bagi. Siapa tak bengang?’’

‘’Orang dah ada pak we, cari lain je….’’

‘’Huh, tak semudah tu! Ni Fathil…dia belum kenal lagi siapa Fathil!’’

‘’Kau nak buat apa?’’ Umar ingin tahu.

‘’Aku nak belasah dia malam ni. Kalau kau kawan aku, kau kena ikut aku,’’

‘’Belasah perempuan?’’ (Gila!) bentak hati Umar.

‘’Bodoh! Belasah pak we dia lah…’’

‘’Eh, kau biar betul! Takkan sampai nak belasah orang,’’

‘’Kau memang penakut lah Umar. Benci! Bukannya aku nak belasah betul-betul. Takut-takutkan je. Joe pun ikut sekali, tak penakut macam kau! Kau bayangkanlah, dia sanggup rampas mak we aku dan sengaja ajak dating depan mata aku. Anak jantan mana tak tercabar? ‘’

‘’Bila masa kau berjaya jadikan Maziah awek kau? Orang rampas awek kau atau kau yang rampas awek orang?’’ Umar tahu Fathil tak pernah berjaya tackle Maziah.

‘’ Kau tahu apa Umar?! Tu lah…asyik gila bersms je. Kau kena ingat, kau dapat Fika pun sebab aku. Apa perasaan kau kalau aku nak berbaik balik ngan Fika dan ajak dia bermadu asmara depan mata kau?’’

Umar akhirnya mengalah.



‘’Hah, tu dia! Kau sedia Joe, kau masuk dulu,’’ Fathil menunding jari tepat ke arah Banna yang baru sahaja keluar dari kolejnya menuju ke kafetaria. Wajah Banna agak samar dalam cahaya neon yang kurang terang. Fathil, Umar dan Joe bersembunyi di sebalik sebatang pokok pinang kota. Tatkala Banna melewati kawasan yang agak gelap itu, Joe menerajang Banna dari belakang sekuat hati. Tenaganya difokus padu kepada kaki. Banna jatuh terpelanting beberapa meter ke tanah. Mukanya tersembam ke batu sehingga hidungnya berdarah. Gigi taringnya hampir tercabut.Umar masuk menyerang dengan menyiku belakang Banna beberapa kali. Banna masih tersemban di situ. Dia menarik kolar baju Banna untuk membuat pukulan seterusnya namun langkahnya mati serta-merta tatkala terpandang wajah lelaki itu.

Banna dan Umar saling berpandangan. Tangan kiri Umar masih kemas menggengam kolar baju Banna dan tangan kanannya menggumpal penumbuk. Perlahan-lahan Banna melepaskan gengaman dan meleraikan penumbuknya. Umar menghulurkan tangan, membantu Banna untuk bangun. Banna menyambut dan bangun membersihkan debu-debu tanah di badannya.

(Kau Banna? Ah…kasihan kau!) kesal hati Umar.



‘’Cis, mampuslah korang berdua!’’ Fathil meradang melihat drama itu lalu cuba menyerang Umar dan Banna serentak. Umar bertindak pantas mematahkan serangan Fathil dengan menggunakan ilmu taekwando yang dimiliki. Fathil sempat membuka beberapa langkah silat tempang dan membuat tumbukan tepat sebelum serangannya dipatahkan. Joe pula masuk membantu tetapi silatnya juga berjaya dipatahkan oleh Banna walaupun sudah tercedera. Banna gagah dan tegap orangnya. Kalau tidak dipukul curi sebentar tadi, mungkin mereka tak berpeluang mencederakannya.

‘’Woii!!’’ seorang Pak Guard yang kebetulan meronda menjerkah mereka. Cahaya lampu picitnya yang terang meyuluh satu persatu wajah-wajah pelajar di hadapannya. Dia sudah berada terlalu dekat dengan mereka.

(Tiada harapan untuk lari) dengus Joe.

‘’Woii. Korang gaduh ye?’’

‘’Tak, kami berlatih taekwando!’’ Fathil berdalih.

‘’Berlatih taekwando? Takkan sampai berdarah-darah cam ni?’’ Pak Guard menyuluh tepat ke arah Banna. Hidung dan mulutnya berdarah. Gigi taringnya yang longgar akibat tersemban ke batu, kini sudah tercabut kerana terkena penumbuk Joe.

‘’A’ah. Kami ada perlawanan minggu depan. Terpaksa berlatih kat kolej,’’ tambah Joe.

‘’Jangan nak berdalih. Aku dah masak dengan perangai student. Tak de orang yang berlatih sampai berdarah cam ni,’’ Pak Guard masih curiga lantaran melihat darah yang makin membuak-buak keluar dari hidung Banna. Begitu juga mulutnya.

‘’Betul Pak cik. Saya berdarah sebab tersembam ke batu tadi. Tak sengaja,’’ Banna pun terpaksa berbohong untuk meredakan keadaan yang menjadi semakin tegang.Bukan bohong tapi helah.

‘’Lain kali, kalau nak berlatih pun, pergilah dekat court . Yang korang berlatih dalam gelap tepi batu-batu kerikil ni, saper suruh? Sudah, aku tak nak tengok korang berlatih kat sini lagi. Cari tempat lain!’’ Pak Guard meyakini kata-kata Banna lalu minta mereka segera bersurai.



‘’Kau ingat, kau tunjuk baik, aku boleh maafkan kau?’’ api kemarahan Fathil masih menyala-nyala terhadap Banna. Telunjuknya tepat dihala ke arah batang hidung Banna. Ketika itu Pak Guard sudah pun berlalu pergi.

‘’Woii, Fathil! Kenapa kau tak cakap awal-awal kau nak belasah kawan aku, hah?’’ Umar menengking Fathil. Joe sedang mengurut-ngurut lengannya yang sakit dipulas Banna sebentar tadi.

‘’Kau ingat aku ni bodoh sangat nak bagitahu kau? Mesti kau tolak awal-awal. Aku nak kau nampak sendiri, kawan kau yang tak guna ni lah rampas mak we aku. Pas tu dating depan orang ramai, buat maksiat!’’

Umar terdiam. Dia memandang Banna seketika. Dia teringat Banna ada mengatakan bahawa dia ingin berjumpa adik kembarnya ketika akhir pertemuan mereka petang tadi.

(Patutlah first time aku tengok Maziah, aku rasa aku pernah nampak dia. Baru aku perasan, wajahnya memang mirip wajah Banna)

‘’Fathil, awak salah faham..’’ Banna bersuara, cuba menjelaskan keadaan. Fathil segera memotong.

‘’Aku tak nak dengar apa-apa dari orang hipokrit macam kau! Maziah tu mak we aku, kalau aku nampak korang berdua-duaan lagi sekali, aku takkan serik belasah kau,’’

‘’Bodoh! Memang kau salah faham…’’ Umar menengking lagi. Dia tak dapat menahan kemarahannya. Kalau dikutkan hati, mahu sahaja dia meramas-ramas mulut celupar Fathil yang menuduh Banna bukan-bukan.

‘’Salah faham apa? Aku tengok depan mata kepala aku sendiri…’’ Fathil menguatkan kenyataannya.

‘’Aku pun tengok!’’ tambah Joe.

‘’Kau pun sama bodoh! Buat malu je! Tu adik kembar dia lah, bukan mak we!’’ Umar meyakini Banna memang mempunyai adik kembar walaupun tak pernah mengenali kembar Banna sebelum ini. Banna adalah sahabat yang terlalu dipercayainya. Fathil terdiam kaku dengan keterangan itu. Merah padam mukanya.

(Aku belasah bakal abang ipar aku sendiri?)



Dari jauh Pak Guard tadi melihat mereka masih belum bersurai malah bertikam lidah pula. Dia menghidupkan motorsikalnya untuk meronda ke sana lagi sekali.

‘’Anggaplah tak de apa-apa yang berlaku. Saya minta maaf. Semuanya kerana salah faham bukan salah sesiapa,’’ ujar Banna dengan lembut sambil menghulurkan tangannya.

(Uih, makhluk jenis apa yang baik sangat ni?) Malu sendiri Fathil dibuatnya. Dia tidak menyambut salam itu kerana terlalu malu. Dia menumbuk ringan bahu Joe untuk mengajaknya beredar. Pak Guard yang semakin hampir membatalkan niatnya menegur tatkala melihat adegan Banna menghulur tangan, kemudian Fathil dan Joe mula beredar.

‘’Tadi, berlatih taekwando. Ni berlatih teater pulak ke?’’ sempat Pak Guard menyindir sambil berlalu pergi.



Umar merenung wajah Banna.

‘’Banna, cedera nta teruk ke?’’

‘’Sikit je,’’ balas Banna, masih mampu mengukir senyuman.

‘’Nta tak patut minta maaf dari Fathil. Bukan salah nta pun. Fathil tu yang memandai kata Maziah awek dia. Dia memang macam tu, kalau dah syok kat perempuan, memang dia usahakan jugak sampai dapat,’’

‘’Lupakanlah….. Sebenarnya, Maziah tu dah ada orang masuk. Ana harap nta boleh bagitahu Fathil hal ni,’’

‘’ Insyaallah.Ana minta maaf. Ana betul-betul tak tahu mereka nak belasah nta tadi,’’ Umar dihantui rasa bersalah apatah lagi melihat sahabatnya berdarah.

‘’Tak per, Umar. Lupakan… Nta juga yang tolong ana tadi. Terima- kasih! Moga Allah yang dapat membalasnya. Tapi, ana harap nta akan mengambil pengajaran. Belasah orang bukan cara untuk menyelesaikan masalah. Silap haribulan, boleh kena buang universiti. Kita kena berfikir panjang sebelum bertindak. Hari ni, ana, kawan nta sendiri yang nta belasah. Esok lusa, kalau nta belasah orang lain pun, dia juga adalah kawan kepada seseorang, anak lelaki kepada seseorang dan abang kepada seseorang. Fikirkan berapa manusia yang membenci dan tak meredhai nta kalau nta membelasah seseorang!!’’ Kata-kata Banna membuatkan Umar terfikir.

‘’Banna, ana minta maaf!’’ Umar memeluk Banna. Handsetnya berirama sekaligus meleraikan pelukannya. Ada mesej yang diterima.



Bang Umar sayang, esok kita jumpa kat PWTC, jangan lupa pulak! Fika dah tak tahan ni. Rasa rindu sangat kat abang. Hidup Fika betul-betul jadi gila tak menentu, asyik ingatkan abang je! Esok ye sayang….luv U!!



Umar serba- salah selepas membaca mesej itu. Wajah Hanif, Syamil, Hizbi, Faizi dan Dr. Azmin seakan-akan terpancar dari anak mata Banna, mereka seolah-olah sedang melambai-lambai mengajaknya ke smart group pada petang esok. Umar membaca mesej Fika sekali lagi. Dia tewas dengan kuasa cinta Nur Syafika.

‘’Banna, esok jangan lupa kirimkan salam ana kat semua. Ana betul-betul tak boleh pergi smart group,’’

‘’Baiklah, ana tak berhak paksa nta. Ana cuma mampu mengajak. Ana doakan, Allah permudahkan urusan nta untuk siapkan assignment nta,. Kalau sempat siap, nta datanglah. Kejap pun tak per,’ balas Banna. Mengharap.

****************************************************

Fika tidak putus-putus mengukir senyuman. Wajah kacak Umar Al-Mujahid benar-benar membuatkan dia berasa bangga dapat berjalan di sisinya. Matanya sentiasa menjeling manja menatap wajah pemuda itu. Dia cuba memasukkan jejari halusnya di celah jejari Umar namun ditepis oleh Umar. Suasana di tepi tasik PWTC begitu romantis dirasakan.

‘’Kita tak boleh bersentuhan lagi, berdosa!’’ iman di dada Umar bersuara. Fika mencebikkan bibir.

‘’Alah, pegang tangan je, bukan buat apa-apa yang tak senonoh. Fika kan sayang abang. Nanti, Fika jadi milik abang juga. Apa salahnya Fika nak bermanja sikit dengan abang,’’Fika bersuara manja. Gerak badanya melentok ke sana- sini kerana cuba menggoda Umar. Umar terdiam. Gurlp!! Tersirap darah mudanya.Perlahan-lahan, tangannya dibiarkan berada dalam genggaman Fika.



Fika puas kerana tindakannya tidak dihalang lagi. Direbahkan pula kepalanya ke bahu Umar.

‘’Abang Umar sayang, Fika nak tunjuk sesuatu pada abang, tapi Fika takut abang marah Fika,’’

‘’Tunjuk apa?’’

‘’Abang kena janji takkan marah?’’

‘’Kenapa abang nak marah pulak?’’

‘’Janjilah dulu sayang…’’

‘’Okey,abang janji takkan marah Fika,’’

Fika tersenyum. Dia membuka selendangnya di hadapan Umar. Kacamata hitam yang dipakai turut dipecat seketika. Umar kelu tak terkata apa-apa.

‘’Fika nak tunjuk rambut Fika, baru buat teknik rebonding. Lurus tak rambut Fika? Abang suka tak?’’

Gurlp! ‘’Fika, pakai balik tudung tu!’’ arah Umar.

‘’Kenapa? Abang tak suka rambut Fika ke?’’ Fika bersuara merajuk.

‘’Err, suka. Tapi, perempuan tak boleh tunjuk rambut dia pada lelaki. Berdosa!’’

‘’Alah, Fika tunjuk pun pada bakal suami Fika juga. Inilah tanda sayang Fika pada abang. Fika memang terlalu sayang kat abang. Salah ke Fika nak bahagiakan abang? Abang tu sepatutnya hargai pengorbanan Fika. Abang ingat, buat teknik rebonding ni murah ke? Fika bazirkan duit Fika untuk abang. Fika nak kelihatan cantik pun semata-mata untuk abang. Ini bukti cinta Fika, bang! Tulus cinta Fika pada abang…’’ Umar makin lemas dihambur kata-kata manis Fika.Matanya dikaburi warna-warni pelangi yang indah dalam dunia cinta ciptaan syaitan. Imannya direntap-rentap dan ditusuk-tusuk oleh kata-kata Fika. Tangannya mula diangkat berani memeluk bahu Fika. Matanya dipejamkan agar mindanya boleh terbang menyahut khayalan dunia cinta Nur Syafika.



‘’Sejauh mana pun kita bersembunyi, Allah tetap nampak kita,’’ungkapan kata-kata Dr. Azmin tiba-tiba terngiang-ngiang di minda Umar. Imannya berbisik lagi, masih tidak mahu tewas melawan bisikan syaitan.

Serentak dengan itu, Umar membuka matanya, terbit rasa berdosa. Dia memandang sekeliling dan mula terperasan bahawa ada sekumpulan pemuda sedang berkumpul di tepi tasik dengan posisi yang sangat hampir dengan posisinya. Mereka sedang rancak berbincang sesuatu. Umar menjeling sekilas pandang.

‘’Gurlp! Diorang?’’ Dada Umar berombak kencang tatkala melihat Banna, Hanif, Hizbi, Syamil, Faizi dan Dr Azmin sedang mengadakan smart group di situ.



Umar menolak Fika dari pelukannya. Dia mencapai selendang Fika lalu memakainya. Kacamata hitam milik Fika turut dipakainya. Fika hairan melihat tindakan Umar disusuli ketawa manja. Dia menyangka Umar sedang berlawak untuknya.

‘’Kenapa abang pakai selendang Fika? Luculah abang ni!’’ Fika mencubit paha Umar.

‘’Fika, apa yang kita buat ni berdosa!’’ Umar bersuara tegas menyebabkan Fika mengkeriukkan dahinya. Umar semakin diburu rasa bersalah tatkala melihat sahabat-sahabatnya.

(Ya Allah, aku harap mereka tak nampak aku!) hati Umar menaruh harapan. Dia tidak sedar bahawa sahabat-sahabatnya sudah sekian lama memerhati gelagat mereka berdua.

‘’Tapi…ini bukti cinta kita, bang! Fika bahagia dalam pelukan abang. Fika sayang abang,’’

‘’Mampuslah dengan cinta! Nak kena tangkap basah?’’ Umar tiba-tiba meradang. Jiwanya takut sekali.

‘’Jom balik!’’ Umar mengajak pulang.

‘’Abang, Fika tak fahamlah! Kenapa tiba-tiba nak ajak balik? Fika belum puas lagi bersama abang!’’wajah Fika penuh keliru.

‘’Fika ada sakitkan hati abang ke? Kalau ada, tegurlah Fika, jangan buat Fika tertanya-tanya macam ni. Fika tak nak kehilangan abang sebagaimana Fathil tinggalkan Fika. Fika sayang abang!’’



‘’Abang nak balik…’’ Umar berdiri lalu berjalan meninggalkan Fika.

‘’Abang Umar, pulangkan tudung Fika!’’ Fika menjerit kuat membuatkan semua sahabat-sahabat Umar berpaling ke arah Umar. Umar turut terhenti langkahnya dan memandang sahabat-sahabatnya. Mata mereka bertembung.

Hanif tiba-tiba tergelak kuat melihat keadaan Umar yang cuba menyembunyikan dirinya dengan memakai selendang perempuan. Dr Azmin menyiku Hanif. Hanif tunduk terdiam. Umar membuka selendang yang dipakainya. Dicampak ke lantai. Air mata lelakinya bergenang. Ditahan sekuat hati agar tidak tumpah. Sahabat-sahabatnya datang menghampiri. Fika berdebar melihat lelaki-lelaki itu lalu diambil selendangnya sambil cepat-cepat berlalu pergi.

(Pegawai pencegah maksiat ke ni? Baik aku lari. Padan muka kau, Umar. Kau hadapilah seorang diri!)



‘’Antum semua dah nampak. Ana jahat!!!’’ Umar meluahkan. Suaranya sebak.

‘’Umar, kalau kami tak nampak pun, Allah tetap nampak! Dia berada dimana sahaja!’’ Dr. Azmin bersuara.

‘’Umar, nta harapan agama, harapan ummah! Kembalilah mencari hidayah Allah,’’ Dr. Azmin bersuara lagi.

‘’Ana rasa berdosa.Kotor! Tak layak untuk menerima hidayah Allah!’’ luah Umar penuh kesalan.

‘’Kita tak layak atau tak nak? Itulah hebatnya kita ada Allah dalam hidup kita. Sejahat mana pun kita, Dia tetap sayangkan kita. Kembalilah Umar….kembali bersama kami,’’ Banna memujuk.

‘’Ya, Umar. Nta tetap sahabat kami sampai bila-bila. Jangan sia-siakan potensi diri nta. Kami masih menaruh harapan tinggi pada nta,’’ lembut kata-kata Hizbi.

‘’Umar, di mana hilangnya Umar Al-Khattab abad ke-21 yang bertunas di Taman Islam dulu?’’ Banna mengingatkan saat kegemilangan Umar, Ketua Pengawas Sekolah Taman Islam yang berwibawa.

Syamil dan Faizi turut memberikan kata-kata perangsang untuk menaikkan semangat Umar agar kembali di atas jalan da’wah dan tarbiyyah.



‘’Tadi, nak luruh jantung ana bila antum nampak maksiat yang ana buat. Tak tahu macam mana nak berhadapan dengan Allah bila Allah nampakkkan semula maksiat tu di padang mahsyar nanti,’’ Umar betul-betul menyesal.

‘’Umar, bertaubatlah. Allah Maha Pengampun. Manusia memang sentiasa ada kederhakaannya pada Allah, sebab tu lah kita hajat pada tarbiyyah untuk memelihara diri kita. Kita tak boleh hidup sorang-sorang di dunia yang banyak perangkapnya ni. Musang akan cepat menyambar kambing yang duduk sorang-sorang,’’ Faizi mengatur kata. Umar memeluk Faizi. Seterusnya Dr Azmin, Syamil,Banna, Hanif dan Hizbi turut dirangkul erat. Jiwanya sebak.

(aku bertuah kerana ada sahabat macam korang semua…Aku bosan dengan perjuangan, tapi aku tak pernah bosan ada kawan macam korang. Aku tahu, roh perjuangan yang aku cuba lari darinya itulah yang menjadikan korang sebaik ini…)

*************************************************************
‘’Keluarga Hanif merisik nti? Alhamdulillah… Bertuah nti kerana akan dapat sahabat kita nanti. Ana teringatkan kak Safar, kak Aisyah, kak Husna, kak Akmal dan kak Farah. Mereka semua sanggup tak kahwin lagi semata-mata menanti pinangan sahabat-sahabat kita. Bukan mereka tak laku, tapi mereka nak bersama orang yang boleh membawa mereka terus istiqomah di atas jalan tarbiyyah dan dakwah,’’ Asiah Yusro tumpang gembira dengan berita yang terpancul dari mulut Maziah namun berita itu membawanya terkenang kepada beberapa orang sahibah sefikrah yang masih belum berumah-tangga.

‘’Ana pun ada mendengar tentang kak Akmal yang dipaksa kahwin oleh keluarganya dengan seorang lelaki. Lelaki tu bukan dalam kalangan sahabat kita dan kurang pula kefahamannya tentang tarbiyyah dan da’wah,’’ tambah Maziah.

‘’Kasihan kak Akmal. Dia mengalami konflik dengan keluarganya sekarang ni,. Sama-samalah kita doakan dia, Apa yang ana kesalkan,tak de sorangpun sahabat yang tampil berkorban untuk selamatkan kak Akmal sedangkan isu ni dah lama dibangkitkan,’’ Asiah Yusro bersuara kesal.

‘’Masakan tidak, ramai sahabat nak cari orang luar. Selalunya, dalam bab a’mal Islami yang lain kita boleh berpadu kefahaman dan tindakan tapi dalam bab memilih jodoh, ramai sahabat yang nak cari sendiri. Mereka tak nak lagi ambil Islam secara menyeluruh. Yang cantik je menjadi pilihan, yang kurang cantik dipinggirkan,’’ Maziah mencebik bibir. Lipatan tudungnya dibetulkan.

‘’Betul. Sepatutnya mereka mengambil pengajaran daripada hadith yang menyuruh mereka lebih memandang agama seseorang gadis melebihi kecantikan, harta atau keturunannya. Semua itu akan pudar dan hilang kecuali iman si gadis,’’ Asiah Yusro menyokong kata-kata Maziah.

‘’ Tapi, tak semua sahabat begitu…nak tak nak, kita kena baik sangka juga dengan sahabat-sahabat kita. Tengok, ramai yang berjaya bina baitul da’wah mereka. Kita patut bersyukur kerana kita pun antara orang yang dilahirkan daripada baitul da’wah. Malah, berpeluang pula menjadi bekas pelajar di Sekolah Taman Islam bersama-sama kebanyakan generasi semaian baitul da’wah,’’ Asiah Yusro berbaik sangka.

‘’Tengoklah juga Hanif, dia tetap memilih sahibah…’’ Asiah Yusra mengusik Maziah yang kelihatan terdiam seketika.

‘’Astargfirullah! Lagho ana nanti…’’ Maziah membulatkan mata.

‘’Maaf, ana gurau je..’’ Asiah Yusro tersenyum manis. Maziah geram diusik. Dia berfikir sesuatu,

‘’Yusro, nti pun tentu menjadi rebutan sahabat,’’ Maziah pula yang mengusik.

‘’Ish, tak de lah. Siapalah ana….’’ Asiah Yusro merendah diri.

‘’Alah, bukan ana tak tahu, nti pernah dicuba sahabat tapi nti menolaknya,’’ Tercengang Asiah Yusro mendengar kata-kata itu.

(Ya, Umar Al-Mujahid pernah merisikku. Tapi, aku tak pernah menolak. Aku cuma diam pada risikannya. Jauh di sudut hati, aku harap dia faham bahawa diam itu tanda setuju)

‘’Mana nti tahu?’’ dia terkejut bila rahsianya terbongkar.

‘’Umi nti kan kawan baik umi ana. Umi nti yang cerita….


Baru-baru ni pun, mas’ulah kita, Dr. Sal ada minta biodata dan gambar nti, kan?! Dah tentu ada sahabat yang berkenan kat nti tu,’’Maziah tertawa kecil melihat telatah Asiah Yusro yang mula tertunduk malu.



Di ingatan Asiah Yusro, terimbas kembali bagaimana Umar Al-Mujahid pernah beberapa kali menghantar mesej untuk merisik dirinya sebaik sahaja mereka dipertemukan kembali dalam universiti yang sama. Tetapi, mesej Umar terbengkalai tanpa apa-apa jawapan. Bukan Asiah Yusro tak sukakan Umar Al-Mujahid, namun dia terlalu terkejut dengan tindakan berani Umar. Justeru, dia mengabaikan mesej-mesej Umar begitu sahaja agar perasaan terkejutnya kembali tenang. Dia terkejut kerana dirisik oleh sahabat yang paling dikaguminya di Sekolah Taman Islam. Malah, dia sering melarikan diri daripada bertembung dengan Umar kerana terlampau malu. Hatinya resah. Memang, Asiah Yusro tak dapat lagi menipu diri. Dia juga turut merasakan bahawa hatinya menaruh harapan terhadap Umar. Namun, hari-hari yang pantas berlalu, dia terus disibukkan dengan akademik, Kelab Penulisan, program-program tarbiyyah dan da’wah daripada berfikir soal itu. Dia langsung tidak mengambil tahu perkembangan Umar di universiti. Asiah Yusro terlampau menjaga hatinya agar tidak rosak, sakit dan mati kerana diracuni nama seorang lelaki. Baginya, cinta adalah ujian yang paling berat dan besar fitnahnya di alam remaja. Dia bermujahadah untuk tidak terjebak ke dalam sumur buta itu.

(Entah bagaimana keadaan Umar sekarang…masihkah dia setia menantiku? Ahh, ku tepis rindu ini! Aku yakin, dialah orang yang meminta biodataku dari Dr. Sal sebab tu aku tak kan tanya Dr. Sal tentang hal ni. Moga, Allah memudahkanku untuk membina baitul da’wah idaman bersamanya…) Asiah Yusro bermonolog sendiri. Memang sesekali hatinya tidak dapat mengelak daripada berfikir tentang Umar.



Maziah menyergahnya.

‘’Tiba-tiba berkhayal, ye?!Fikirkan masa depan? Jangan bimbang, nti wanita solehah, tentu mendapat suami yang soleh juga. Moga-moga di kalangan sahabat,’’ Maziah mengusik. Dia pula mengimbas sesuatu. Ibunya berjumpa Dr. Sal dan ibu Asiah Yusro seminggu yang lepas. Ibu-ibu mereka berkawan baik dengan Dr. Sal sejak mereka sama-sama menuntut di universiti yang sama. Tujuan mereka adalah merisik Asiah Yusro untuk abangnya, Hassan Al-Banna. Namun, ianya diluar pengetahuan Asiah Yusro.Maziah sudah lama menduga abangnya menaruh hati terhadap teman baiknya sebelum abangnya itu berani menyuarakan hasrat hati kepada ibu. Ibu merekalah yang telah meminta gambar dan biodata Asiah Yusro daripada mas’ulah Asiah Yusro iaitu Dr Sal.

‘’Bang Umar, baliklah pada Fika. Fika rindu abang Umar yang Fika kenali dulu,’’ Fika terus memujuk rayu. Handset Umar sentiasa berirama dengan mesej dan panggilan daripada gadis itu.

‘’Fika, kita dah tak de apa-apa lagi. Berapa kali orang nak cakap,’’

‘’Abang, sampai hati abang! Takkan semudah ni abang nak tinggalkan Fika? Abang tak kasihankan Fika? Apa salah Fika pada abang?’’ terdengar suara tangisan Fika. Hati Umar terusik.

‘’Abang, Fika selalu jadi mangsa cinta lelaki. Selepas Fika dah menaruh harapan tinggi, senang-senang je lelaki nak tinggalkan Fika. Fika ingat Fika dah jumpa cinta sejati selepas menemui abang, tapi rupanya Fika silap. Abang pun sama macam jantan lain. Abang langsung tak kasihankan Fika?’’ Umar terus diracuni pujuk rayu dan tangisan Nur Syafika. Berbisa sungguh tangisan seorang wanita di hati seorang lelaki.

‘’Fika, abang pun masih sayangkan Fika. Tapi, abang tak boleh terima bila perhubungan kita ni atas jalan yang salah, jalan yang Allah tak redhai. Abang mengakui, abang lemah menghadapi godaan Fika. Abang tak nak peristiwa tempoh hari berulang lagi. Fika harus faham, jika Fika sayangkan perhubungan ni, Fika kembalilah mencari Allah. Bila hati kita sama-sama mencari Allah, barulah kita masih ada peluang untuk hidup bersama,’’

‘’Abang, bimbinglah Fika,’’terus merayu.

‘’Apa yang mampu abang lakukan. Pergaulan kita terbatas kerana kita adalah mahram. Kalau Fika betul-betul hajatkan bimbingan, Fika carilah seorang pelajar bernama Asiah Yusro. Abang yakin dia boleh bimbing Fika. Kalau tak silap abang, dia selalu hadiri kuliyah Tazkiyatul Nafs oleh Dr. Azmin setiap Ahad malam di department abang,’’

*********************************************************



‘’Banna, ana tak tahan bila selalu dipujuk Fika. Ana kasihan kat dia. Ana rasa nak kahwin dengan dia,’’ Umar meluahkan kepada Banna ketika menziarahi Banna di biliknya.

‘’Umar, ana tengok nta tak pernah nak berkongsi dengan mas’ul kita tentang masalah nta ni tiapkali diadakan smart group. Kejap lagi Dr Azmin datang. Masalah nta ni rumit. Nta perlu ada syuur perkongsian dengan mas’ul kita. Insyaallah dia boleh bantu,’’. Smart group minggu ini diadakan di bilik Banna. Selang beberapa minit mereka asyik berbual, Dr Azmin pun datang. Mereka bersalam berpelukan. Tidak lama kemudian Hanif, Hizbi, Syamil dan Faizi turut menyusul. Kali ini, Umar berkongsi masalahnya dengan sahabat-sahabatnya dalam smart group. Setelah mendengar luahan Umar, masing-masing tampil memberikan hujah bernas untuk menolong Umar menyelesaikan masalahnya. Umar terharu dengan pandangan-pandangan ikhlas sahabat-sahabatnya.



‘’Umar, kita kena sedar matlamat kita yang nak dicapai. Perjalanan kita masih terlalu jauh dan berliku. Untuk mencapai matlamat mardhotillah yang kita idam-idamkan, kita perlukan teman yang solehah dalam membina baitul da’wah. Generasi yang nak dilahirkan adalah generasi yang boleh mewarisi da’wah kita ini,’’ Syamil berhujah matang.

‘’Kenapa nak cari orang luar sedangkan sahibah kita ramai yang tak kahwin lagi?’’ Faizi menduga.

‘’Sebenarnya, ana dah cuba tackle sorang sahibah, tapi dia langsung tak layan. Ana tahu ana tak layak untuk sahibah tu. Dia terlalu baik untuk ana. Ana ni siapa, banyak dosa! Ana betul-betul serik nak tackle sahibah lagi. Mereka semua wanita mulia,’’ wajah Asiah Yusro bermain di minda Umar.

‘’Nta terlalu cepat membuat kesimpulan daripada pengalaman yang nta lalui. Mungkin cara nta tak berapa kena membuatkan sahibah tu belum terbuka lagi untuk menerima nta saat tu. Nta patut cuba lagi dengan perantaraan mas’ul kita atau ibubapa. Mungkin cara tu lebih syaro’ dan boleh diterima olehnya,’’ Banna menasihatkan.

‘’Ye, kita kena jaga syaro’. Lelaki tak boleh dekati perempuan dan perempuan tak boleh dekati lelaki terlalu rapat walaupun dah bertunang sekalipun. Hanya perkahwinan yang menghalalkan semua tu.’’ Faizi menyokong. Umar terdiam seketika.



‘’Ana sedar. Itulah dosa yang ana buat dengan Fika. Semuanya setelah ana putus asa tackle sahibah tu. Kalaulah ana masih di Sekolah Taman Islam, tentu ana tak jadi macam ni,’’ sesalan Umar tidak sirna.

‘’Umar, kat sini baru kita boleh nampak kualiti sebenar diri kita. Kita harus sedar bahawa kita takkan selamanya berada dalam suasana seperti di Taman Islam. Di sinilah kita perlu berperanan untuk mengubah apa jua suasana yang kita lalui dan menjadikannya sebagai suasana mendidik, suasana tarbiyyah. Kita tak nak larut dengan suasana, seterusnya menjadi sembelihan kepada sistem,’’ Syamil tak lupa memainkan peranannya.

‘’Ana rasa nta tak boleh go on dengan Fika walaupun dia kata dia nak berubah. Nta ibarat permata yang gemilang untuk Islam. Nta kena cari sahibah,’’ Hizbi mengemukakan pendapat peribadinya.

‘’Apa pendapat Dr.?’’ Hizbi bertanya pendapat Dr. Azmin yang cuma diam berfikir. Mas’ul sudah tentu banyak pengalaman.

‘’Ana malu nak menyuruh nta cari sahibah kerana ana sebagai mas’ul pun cari orang luar dulu. Tapi Alhamdulillah, dia dah mula ada kesedaran tarbiyyah dan da’wah. Tambah-tambah lagi bila ana kahwin lagi satu dengan seorang sahibah. Banyak dia dapat manfaat daripada isteri kedua ana. Alhamdulillah mereka boleh hidup rukun damai, sama-sama berusaha mencetak pewaris da’wah daripada zuriat kami,’’ mas’ul mereka meluahkan. Mereka semua memandang tepat anak mata Dr Azmin yang jernih berkaca.

‘’Walaubagaimanapun, ana sangat-sangat bersetuju dengan saranan untuk mencari sahibah sebagai sayap kiri perjuangan. Ana dah lalui, kahwin dengan orang luar dan sahibah ni banyak bezanya. Bayangkan wanita yang tak lalui tarbiyyah dan kurang persiapan Islam menyebabkan beban da’wah kita lebih berat dalam baitul da’wah. Tarbiyyah untuk zuriat kita pun akan turut tergugat. Siapa lagi kalau bukan kita yang terpaksa pikul semua tu?’’ Dr Azmin berkongsi pengalaman berharga.

‘’Sekarang ni pun, ada beberapa orang sohibah kita yang masih tak kahwin. Siapa lagi yang nak selamatkan mereka daripada terlepas ke tangan orang yang tak faham tarbiyyah dan da’wah kalau bukan kamu semua?’’ Masing-masing terdiam.

‘’Antum semua dah di tahun akhir. Perkahwinan makin dekat dengan antum. Sekarang ni, ada seorang sohibah yang dipaksa kahwin oleh orangtuanya yang kurang faham. Dia lebih tua dari antum. Orangnya tak de rupa sangat, tapi agamanya, Masyallah….. Ada yang sanggup?’’

‘’Ana!’’ serentak Syamil, Faizi dan Hizbi menyanggupi. Banna, Umar dan Hanif terdiam seolah-olah sudah ada pilihan hati. Dr Azmin tersenyum.

‘’Bagus. Ramai yang sanggup. Ramai sahibah yang kan terselamat jika sahabat seperti kamu sanggup mengorbankan kepentingan diri. Kita tak boleh memilih dengan mengikut suara nafsu. Nafsu sudah tentu nakkan yang cantik dan pandai menggoda sahaja. Di mana kita letakkan matlamat kita ketika tu?’’ Dr Azmin membuka minda mereka.



‘’Ana sebenarnya bukan tak nak kahwin sahibah tapi…’’ Hanif meluahkan isi hati sambil memandang wajah Banna. Sudah lama dia memendam rasa tidak puas hati apabila keluarganya merisik adik kembar Banna untuknya. Banna mengkeriukkan dahi. Hanif faham Banna pelik dengan kenyataannya.

‘’Teruskan Hanif….’’ Sambung Banna, penuh minat untuk tahu.

‘’Entahlah, ana tak sangka keluarga ana berkenan dekat Maziah, adik Banna. Zaman kecil-kecil dulu, ketika keluarga kami saling menziarahi, ana selalu ejek Maziah sebab selalu pakai baju terbalik. Pakai kain pulak senget. Masa zaman sekolah menengah pulak, ana tahu Maziah jenis tak suka belajar masak. Kebanyakan sahibah ni aktif, tentu ramai yang tak pandai masak. Rasa tak percaya bila ana kena jadi suaminya,’’ Hanif mengkritik tanpa berselindung.

(Fathil separuh gila sukakan Maziah, dia ni pulak nak sia-siakan peluang. Entah, tak faham aku dengan dunia ni!)hati Umar berbisik.

‘’Takkan itu alasan nta untuk menolak seorang sahibah, tak bersangkut paut langsung dengan maslahah da’wah. Itu zaman kecil. Nta pun apa kurang nakalnya. Nta terlalu banyak berprasangka negatif. Kalau sekarang ni pun nta masih tak puas hati dengan sebarang kekurangan Maziah, nta perlu selidik dan nta perlu cari jalan untuk menegur secara hikmah. Ana yakin adik ana boleh menerima teguran kerana dia seorang wanita yang ditarbiyyah. Ana boleh menjadi perantaraan nta dan Maziah,’’ Banna membetulkan persepsi kolot Hanif terhadap seorang sahibah. Bukan kerana sohibah itu adiknya tapi itulah hakikat yang perlu disampaikan. Dia lebih kenal Maziah.

‘’Ana tahu Maziah tiada kurangnya. Sebenarnya, ana ada sebab lain. Ana rasa suka kat seorang sahibah yang ana rasa mustahil ana boleh dapat dia. Terus ana rasa tak de mood nak cari sahibah,’’

‘’Nta ni Hanif…kenapa buat kesimpulan sebelum berbincang. Cepat benar nta kata mustahil. Nta kan ada mas’ul. Kenapa tak bagitahu ana? Ana boleh aturkan,’’Dr Azmin bersuara.

‘’Tak.Ana rasa ana memang tak layak untuk dia. Dia cantik, ana tak. Dia putih, ana hitam. Dia….’’

‘’Huh, cantik jugak yang dipandangnya dulu. Itu suara nafsu nta, Hanif,’’

‘’Maksud ana dia ada segalanya, cukup 4 ciri wanita yang Rasulullah sebutkan….malah, kuat pegangan agama dan beramal dengannya! Ana sedar ana tak layak untuknya,’’ Hanif membela hujahnya.

‘’Siapa?’’ Dr Azmin ingin tahu.

‘’Asiah Yusro…’’ Hanif tidak segan silu memberitahu. Mata Banna dan Umar terbeliak.

(Asiah Yusro???) hati mereka seakan tidak percaya.

Dr. Azmin memandang Banna. Banna sudah terlebih awal memberitahunya bahawa dia sukakan gadis itu. Malah, Dr. Azmin sudahpun berbincang perkara itu dengan mas’ulah Asiah Yusro iaitu Dr. Sal.





Jam menunjuk tepat angka 11 malam. Kuliyah Tazkiyatul Nafs yang dikendalikan oleh Dr. Azmin baru sahaja berakhir. Mata Fika sejak tadi liar memerhati Fathil dan Umar yang turut menghadiri kuliyah itu. Seorang lelaki yang duduk di sebelah Fathil menarik perhatiannya. Dia menjeling beberapa kali wajah lelaki itu dan kemudian menjeling wajah seorang gadis di sebelahnya.

(Wah, mirip benar! Dah lah sama hensem dan cantik. Adik beradik kembar ke ni?) fikiran Fika jauh mengelamun sejak tadi. Sedikit pun pengisian Dr. Azmin tidak dihiraukannya. Dia menghadiri program tapi hatinya tak hadir sama, akibatnya tarbiyyah tak berjalan.

(Entahlah kenapa aku datang ke sini, mungkin kerana Umar… atau kerana Asiah Yusro yang Umar katakan .Aku sorang je yang pakai seluar. Ni bukan tempat yang sesuai untuk orang macam aku!!!)

(Eh, nampak intim je Fathil dengan lelaki tu. Kalau dulu aku kenal Umar kerana Fathil, kali ni, aku mesti goda Fathil supaya kenalkan aku dengan lelaki ni pulak. Bolehlah lelaki ni jadi back up andai satu ketika Umar tinggalkan aku)

Fathil memang menjadi intim dengan Banna selepas peristiwa pergaduhan mereka. Mungkinkah ada udang di sebalik batu atau hatinya terpaut dengan peribadi mulia Banna?



Tatkala menyedari pelajar-pelajar yang menghadiri kuliyah itu mula bangun beredar , Fika memberanikan diri menegur gadis di sebelahnya.

‘’Maaf, tumpang tanya. Err, saya Fika. Awak kenal Asiah Yusro dalam bilik kuliyah ni?’’ Maziah tersenyum.

‘’Saya Maziah. Asiah Yusro….hah, yang baru bangun dari kerusi depan tu,’’ Maziah menunding jari. Senyumannya masih tak lekang. Gembira dapat menolong.

‘’Oh, yang pakai tudung labuh warna kelabu tu?’’

(Err, macam ustazah!)

‘’A’ah. Jom! Boleh saya kenalkan awak dengannya..’’

‘’Err, tak pe lah. Saya….’’ Fika segan melihat perwatakan Asiah Yusro. Namun hatinya mendesak untuk berhadapan.

‘’Alah, jangan risau. Dia baik, jom…’’

(keranamu Umar…) Fika akur dengan ajakan Maziah. Maziah lantas mempertemukan Fika dan Asiah Yusro.



Asiah Yusro tersenyum ramah menerima perkenalan yang tidak disangka itu. Maziah beredar meninggalkan mereka. Dia ingin berjumpa abangnya Banna kerana ada urusan peribadi.

‘’Tak sangka boleh jumpa awak…’’ Fika memulakan perbualan selepas saling berkenalan.

‘’Saya pun terharu sebab awak sudi nak berkenalan dengan saya. Semua ni aturan Allah. Macam mana awak boleh kenal saya?’’

(Asiah Yusro, unik nama kau. Orangnya pun manis. Patutlah Umar tak berapa nak layan aku lagi. Mungkin gara-gara kau, perempuan perampas!)

‘’Awak kenal Umar Al-Mujahid?’’ Fika bertanya, mengabaikan persoalan Asiah Yusro.

‘’Kenal,’’ ringkas jawapannya. Asiah Yusro kehairanan.

‘’Macam mana boleh kenal?’’lagak Fika bagaikan seorang peguam sedang menyoal pesalah di kandang saksi. Nadanya mendatar.

‘’Dia satu sekolah dengan saya dulu,’’

‘’Takkan kenal sebagai kawan satu sekolah je kot…awak bercinta dengannya?’’

‘’Err…’’ Asiah Yusro teragak-agak menjawab soalan itu. Pelik!

‘’Mm, awak tak perlu jawab soalan tu. Dari riak wajah awak pun saya tahu awak memang bercinta dengannya,’’. Asiah Yusro menafikan tuduhan yang tidak berasas itu. Gosip liar ini boleh mencemar nama baiknya.

(Ya, aku sukakan Umar. Tapi, kami tak pernah bercinta…)



Fika terus bertindak berani melemparkan tuduhan yang dicipta oleh mindanya. Semuanya satu sangkaan semata-mata. Malah, dihamburkan dengan kata-kata berbaur fitnah yang menyakitkan. Dia cukup cemburu dan curiga dengan gadis itu. Baginya, perempuan yang terpancul namanya di mulut Umar ini telah meracuni cintanya. Kehadirannya boleh mengancam kebahagiaan.

(Cis, kau suruh aku mendapat bimbingan daripada si perampas ni, Umar?! Mustahil… Aku tak perlukan bimbingan sesiapa hatta diri kau sendiripun, Umar. Aku sudah seronok dengan gaya hidupku. Tak ada sesiapa berhak mengajarku!) Fika sebenarnya langsung tidak berminat untuk mendapat bimbingan sesiapa. Kata-katanya di hadapan Umar cumalah madah berhelah semata-mata. Pada malam itu, Asiah Yusro dijadikan mangsa untuknya melepaskan tekanan perasan yang meluat-luat dengan kerenggangan perhubungannya dan Umar. Asiah Yusro tenang menghadapi semua itu. Walaupun teruk dihina dan dinista namun dia masih mampu tersenyum kerana meyakini Allah Maha Mengetahui segala-galanya.

(Kasihan dia. Entah dari mana didengarnya cerita yang bukan-bukan ni. Tak mengapalah, aku yakin Allah sengaja datangkan semua ni untuk mengujiku. Ujian itu tanda sayangnya Allah padaku) Asiah Yusro terus tabah. Hatinya tak putus-putus berzikir, berbaik sangka dengan ujian Allah.

(Gila perempuan ni! Kenapa kau senyum pula? Kerana kau puas merampas Umar daripada aku? Huh, jangan mimpi lah perempuan. Umar tetap akan jadi hak aku)



‘’Bang, Fika terseksa bila abang buat Fika macam ni. Fika ajak abang jumpa kejap pun abang tolak. Dah lah tu, abang jarang-jarang je jawab panggilan Fika. Abang dah benci Fika ke?’’

‘’Fika, abang nak kembali pada kehidupan bersama kawan-kawan abang. Abang rasa lebih tenang bersama mereka. Dulu, abang cuba tinggalkan mereka tapi hidup abang jadi tak tenteram,’’

‘’Mereka lebih penting daripada Fika?’’. Umar terdiam. Sukar bibirnya melepaskan ucap.

‘’Abang akui, abang tak boleh lupakan Fika,’’

‘’Abang, jawab soalan Fika! Mereka lebih penting daripada Fika?’’

‘’Ya, Fika!’’ terperanjat Fika dengan jawapan yakin Umar.

‘’Menyampah! Fika benci abang! Fika benci semua lelaki! Fika boleh jadi gila kalau macam ni. Jangan terkejut kalau Fika bunuh diri…’’

‘’Fika, jangan jadi bodoh! Fika ingat bunuh diri tu boleh selesaikan masalah? Berlambak lagi masalah dalam alam barzakh. Fika cakap, Fika nak berubah dan perlukan bimbingan. Fika dah cari Asiah Yusro seperti yang abang suruh?’’

‘’Abang, kenapa Fika perlu cari perempuan tu? Fika tahu, kawan yang lebih penting dari Fika yang abang maksudkan tadi ialah dia. Abang tak perlu berdalih lagi. Abang sengaja nak sakitkan hati Fika. Abang suruh Fika mencari orang yang telah merampas abang dari Fika?! Kalau Fika cari pun, Fika akan ajar dia!’’ hati yang sarat dendam tersurat daripada kata-kata Fika.

‘’Astargfirullah. Fika, tak baik sangka yang bukan-bukan. Abang cuma berharap agar Fika boleh menerima bimbingan darinya….untuk kebaikan Fika juga,’’

‘’Kenapa dia yang harus bimbing Fika? Kenapa tidak abang?’’

(Perempuan ni sebenarnya belum bersedia ditarbiyyah. Dia ada niat lain. Hatinya berajakan nafsu. Ini boleh menjadi hijab untuknya menerima hidayah. Dia perlu ada kesediaan hati dan keikhlasan niat)

‘’Fika, Fika perlu ikhlaskan niat kalau nak kebaikan. Ini bukan nokhtah bidayah atau titik mula yang betul untuk berubah. Matlamat tak menghalalkan cara. Abang tak boleh nak bimbing Fika sebab fitnah bagi hati abang dan Fika jauh lebih hebat nanti. Jalan ni tak syaro’. Kita juga yang terhijab dari hidayah Allah, rugilah kita!’’

‘’Tapi bang, Fika dah pun berjumpa Asiah Yusro. Dia tak sanggup terima Fika untuk dibimbing. Fika ni terlalu kotor pada pandangannya. Macam-macam dihinanya Fika. Dia seakan jijik melihat pakaian Fika. Fika tahu Fika tak semulia dia, tapi salahkah Fika mengharapkan bimbingannya? Bang, hati Fika benar-benar terguris dengan sikapnya. Fika tak nak jumpa dia lagi. Fika serik,’’ Fika berbohong dengan esak tangis yang dibuat-dibuat untuk mencairkan hati Umar.

(Boleh percaya ke perempuan ni?) Umar ragu-ragu.

‘’Bang, kasihanlah pada Fika. Fika benar-benar ikhlas perlukan bimbingan. Abang bimbinglah Fika. Fika akan sanggup lakukan apa saja yang abang suruh. Kalau abang nak suruh Fika pakai pakaian macam Asiah Yusro pun, Fika akan pakai. Fika hanya perlukan bimbingan abang!’’

‘’Ahh, jangan buat sesuatu kerana abang! Semua amal kena ikhlas kerana Allah. Kalau Fika nak ubah cara berpakaian Fika pun, perlu dengan ilmu dan hujjah, bukan ikut-ikutan atau disuruh orang,’’

‘’Bang, Fika akui Fika jahil tentang semua tu. Bagaimana Fika boleh berubah tanpa bimbingan orang seperti abang? Bang, tolonglah… Fika rasa Fika perlu sangat-sangat jumpa abang. Fika nak pinjam buku-buku agama yang abang miliki. Fika betul-betul nak berubah, bang! Jangan biarkan Fika hanyut. Kasihanilah Fika…’’

Pujuk rayu Fika berjaya juga mengusik hati Umar. Dia tewas untuk kesekian kalinya. Pertemuan akhirnya diatur dengan Fika.

******************************************************************



(Kenapa rasa tak sedap hati ni? Asyik nampak muka Banna dan yang lain-lain je. Ucapan-ucapan aku kat Sekolah Taman Islam pula, selalu kedengaran kat telinga ni. Ada apa-apa yang akan berlaku ke nanti? Allah redho ke tak ni?)

(Alah, aku jumpa Fika pun untuk bantunya pada kebaikan. Sekejap je. Bukan nak buat apa-apa yang tak baik)

Hati Umar sedang diperangi bisikan-bisikan antara syaitan dan malaikat.

Umar mencari-cari kelibat Fika. Kedudukan orang ramai berselerak di sungai Ulu Yam menyukarkannya menemui Fika. Sudah setengah jam Umar menanti. Dia membuka beg galas yang disandangnya, mencari handset. Dia ingin membuat sms kepada Fika. Namun, handsetnya tiada.

(Eh, macam mana boleh hilang?) Otak Umar ligat berfikir. Dia cuba mengimbas kembali kali terakhir dia memegang handsetnya. Memang sah, dia meletakkannya di dalam beg itu.

(Peliknya…macam mana boleh hilang? Dicuri penyeluk saku kah?)



(Astargfirullah. Mungkin ini balasan Allah. Handset tu selalu aku gunakan untuk tujuan maksiat. Aku dah salah gunakan teknologi sms. Allah Maha Halus ujian-Nya, mungkin Dia tak nak aku buat maksiat lagi….mungkin inilah tanda cinta-Nya) Umar terkenang akan dosa-dosanya. Di saat-saat susah begitu, Umar pantas teringatkan Allah. Dadanya sebak mengenangkan cinta Allah yang sentiasa hadir bersamanya walaupun dia cuba menderhaka lagi. Penyayang-Nya Allah.

‘’Semakin jauh ku dari-Mu, semakin dekat pula Kau menghampiri daku…

Oh, Tuhan Yang Maha Pengasih, siapalah diriku di pandangan-Mu….’’ Lidah Umar mengungkap sepotong nasyid. Kemudian, Umar termenung di tepi sungai Ulu Yam, di atas sebuah batu besar. Dia tidak lagi terfikir untuk mencari Fika. Wajahnya kelihatan risau.



(Handset hilang… Pedih menerima satu kehilangan. Hati jadi sedih. Ahh, bodohnya aku! Kenapa aku tak merasai kehilangan seperti ini ketika aku cuba lari dari hidayah Allah dulu??? Bertahun-tahun hidupku tak keruan. Aku tak menyumbang apa-apa untuk agama Allah. Siapa yang nak bayar harga kerugian itu? Aku kehilangan rahmat dan hidayah Allah kerana aku sendiri cuai menjaganya. Baru aku sedar bahawa aku tak cukup ikhlas mencari hidayah Allah di Taman Islam. Hatiku ada hijab. Aku lebih mendamba cinta Asiah Yusro daripada cinta Allah. Aku remehkan soal keikhlasan hati dan mazmumah yang ada tak sepenuhnya kukikis. Kubiarkan ia bersarang. Akhirnya, ia merebak dan meracuni hati.Lalu, Allah asingkan aku dari rahmat-Nya seketika. Azab rasanya! Aku lemas dalam lautan cinta buta yang sementara. Mujurlah, Dia masih sudi memimpinku kembali. Aku tahu, cinta-Nya padaku tak pernah bertepi. Cuma aku yang tak menghargai.Cukuplah…aku tak mahu kehilangan lagi. Ya Allah, Kaulah cintaku!) Hati Umar bermadah pilu. Rasa kehambaan berkunjung datang. Rahmat Tuhan.



Tiba-tiba…

‘’Uwarghhhhhhhh…..’’ Fika menyakat Umar dari belakang. Wajahnya ceria. Pakaiannya seksi menggoda. Rambutnya lurus melepasi bahu, diwarnakan perang. Kedua-dua tangannya erat memegang bahu Umar. Umar segera menepis kasar.

‘’Hey, tak boleh sentuh lah!’’

‘’Alah, bang! Fika tak sentuh kulit abang pun, kena baju je,’’ Fika merengek manja.

‘’Perbuatan tu tetap berdosa! Fika tak takut Allah?’’suara Umar meninggi. Setinggi suaranya mengeluarkan arahan sebagai Ketua Pengawas di Sekolah Taman Islam dulu. Dia tidak mahu tertewas lagi.

‘’Abang marah Fika? Fika dah tekad, Fika nak bunuh diri!’’ Fika terus bertindak melompat ke dalam sungai Ulu Yam dan mula terkapai-kapai meminta tolong. Umar panik. Tanpa berfikir panjang, dia terus terjun untuk menyelamatkan Fika. Fika memeluk erat tengkuk Umar sambil ketawa berdekah-dekah.

‘’Ha ha ha ha ha ha ha ha ha ha… Hari tu abang kata Fika bodoh sebab nak bunuh diri. Tengok hari ni, abang pun bodoh jugak sebab percaya Fika lemas. Sungai Ulu Yam ni ceteklah, bang. Mana boleh lemas!’’.



Umar tertipu. Dia bertekad untuk bertindak tegas dengan gadis itu kali ini. Dia cuba melepaskan dirinya daripada pelukan Fika.

‘’Biar abang rasakan hangatnya cinta Fika. Fika takkan lepaskan abang kali ni. Tak de lelaki yang pernah menang dengan pelukan Nur Syafika. Ha ha ha ha ha ha…’’ pelukan Fika semakin erat. Mereka bergelut di dalam air.

‘’Fika, jangan paksa abang berkasar dengan perempuan,’’ Umar memberi amaran.

‘’Abang, jangan tipu diri sendiri. Dengar suara hati…abang bahagia dipeluk Fika macam ni, kan?! Ha ha ha ha ha….’’. Umar hilang kawalan. Dia geram lalu menampar pipi Fika sekuat hati. Tenaga lelakinya membuatkan mulut Fika berdarah. Fika terkesima, terdiam dari tawanya. Umar segera mencari daratan.

‘’Mulai saat ni, aku tak nak lagi kau ada dalam hidup aku. Syaitan!’’ Umar mampu berkata ‘tidak’ kepada nafsunya kali ini.

‘’Abang….’’ Fika menangis teresak-esak. Fika berlari dari dalam air lantas mengejar Umar. Pakaiannya yang agak ketat semakin melekat di badan kerana basah kuyup. Tergoda iman lelaki.



Fika berjaya mendapatkan Umar lalu dipeluknya kaki Umar seerat mungkin. Badannya direbahkan ke tanah. Umar tidak dapat meneruskan langkah. Dia tidak sampai hati menolak Fika dengan kakinya. Di tambah pula dengan tangisan Fika berjaya melembutkan hatinya daripada berkasar lagi. Dia menyesal kerana mencederakan gadis itu. Aksi itu menjadi tarikan pelawat-pelawat yang lain. Fika tidak menghiraukan mata-mata yang asyik memerhati. Dia masih menangis dan terus memujuk rayu.

‘’Fika, abang minta maaf kerana tampar Fika. Abang tak patut buat macam tu!’’ Umar melembutkan suara.

‘’Abang, Fika tak kisah semua tu. Kalau abang nak bunuh Fika sekalipun, Fika akan menyerah diri. Fika cuma sayangkan abang. Abang, dengarlah suara hati Fika ni, Fika cintakan abang….’’ tangisan Fika terus berlagu hiba.

(Ahh, aku kena kuat untuk berkata ‘tidak’)

‘’Fika, bangunlah….’’ Fika akur dengan suruhan Umar. Hatinya menyangka Umar telah termakan pujukan.

‘’Fika, dengar sini…abang terpaksa buat dua pilihan antara cinta Fika dan cinta Allah. Abang memilih cinta Allah! Abang harap, abang akan bebas dari bayangan Fika. Abang tak nak jumpa Fika lagi. Cukuplah dengan dosa-dosa kita selama ni. Pesan abang yang terakhir, ingatlah….cinta Allah takkan mengecewakan!’’ Umar berlalu meninggalkan Fika.



Tangisan Fika semakin teresak-esak kedengaran.

‘’Bang Umar, sampai hati abang! Fika tetap sayangkan abang sampai bila-bila…’’ laungan Fika tersekat-sekat dalam esak tangisnya. Umar memejam mata seketika. Hati Umar sangat simpati terhadap Fika.

(Ah, tidak! Tidak! Tidak!) nafsunya dibantah tegas. Kakinya laju melangkah tanpa sedikit pun menoleh ke belakang.

‘’Abang, Fika perlukan abang. Fika cintakan abang…’’ Fika menjerit tak keruan. Bagaikan orang gila lagaknya. Tiba-tiba langkah Umar terhenti. Perlahan-lahan dia menoleh ke belakang. Kakinya melangkah kembali kepada Fika. Adakah Umar kan tewas lagi?



Fika tersedu-sedan melihat Umar berpatah balik menuju ke arahnya. Bibirnya cuba mencipta senyuman. Air mata yang laju membanjiri pipi cuba ditahan.

‘’Abang, Fika tahu abang kan kembali pada Fika. Cinta kita cinta sejati… Fika tak nak kehilangan abang lagi,’’ Fika terharu. Tangannya dibuka untuk menyambut kepulangan Umar ke sisinya.

‘’Abang…baliklah pada Fika. Fika cintakan abang!’’ lidahnya terus merayu. Langkah Umar semakin menghampirinya. Fika memejamkan mata dan tanganya masih terbuka supaya Umar boleh masuk ke dalam dakapannya.



‘’’Fika, buku-buku ni untuk Fika! Selepas ni, abang langsung tak mengenali Fika yang buruk perangainya seperti ini. Abang harap Fika boleh berubah menjadi Nur Syafika yang baru. Carilah cinta Allah…di situlah Fika kan temui cinta sejati yang Fika cari-cari selama ini…’’ selepas itu langkah Umar tidak terhenti lagi.

‘’Arghhhhhhhhhhh. Abang…..Fika cintakan abang!’’ Fika menjerit sekuat hati. Dilemparkan semua buku-buku pemberian Umar ke dalam sungai. Umar tidak menghiraukan.

(Langkahku kali ini langkah Mujahid, pantang berundur! Ya Allah, terima kasih

kerana memberikan aku kekuatan ini. Kekuatan yang pernah Kau berikan kepada Yusof menghadapi Zulaikha. Aku memang hajat pada tarbiyyah berterusan untuk terus mendapat kekuatan. Dunia ini terlalu dusta dan menggoda, hanya jalan tarbiyyah boleh menyelamatkan aku dari murka-Mu. Ya Allah, aku takut mengahdapi ujian hari esok. Tolonglah berikanku kekuatan, aku tidak mahu tewas lagi. Aku berjanji takkan cuba meninggalkan jalan tarbiyyah dan da’wah ini seperti dulu. Cukuplah sekali aku pernah tertipu dek nafsu. Akan kuperangi suara nafsu habis-habisan sebagai seorang mujahid laksana garangnya Umar di medan perang. Akulah Umar Al-Mujahid!)





‘’ Umar, Dr. Sal kirim surat kat nta,’’ Banna menghulurkan sepucuk surat. Selepas itu dia masuk ke compartment Fathil dan rancak berbual-bual. Persahabatan Banna dan Fathil makin erat terjalin saban hari. Umar mengkeriukkan dahi. Keningnya diangkat. Dia membuka lipatan surat itu dengan berhati-hati.

(Apasal pulak Dr. Sal tulis surat kat aku?)





KEBABASAN ADALAH UJIAN KETAHANAN IMANMU

Kau maukan seseorang

Memenuhi hatimu

Kerana kini kau bebas tidak seperti dulu

Dulu kau disekat dijaga

Maka kau pun boleh jaga juga

Tetapi kini kau bebas

Tak boleh jaga nampaknya

Satu demi satu tersungkur

Atau sekurang-kurangnya tumbang

Atau sekurang-kurangnya kecundang

Tidak ramai yang boleh jaga

Cinta bermaharajalela

Tiada tujuhala

Ingatlah kau dari sekolah mana

Sbt sbh mempunyai harapan yang tinggi

Kami mempunyai impian

Yang kami mahukan kamu semua memahaminya

Kami mahukan anak-anak semua

Meneruskan kegigihan kami

Menegakkan kalimah itu

Jangnlah leka nak

Janganlah kau ikutkan nafsu nak

Kau belum tahu penanganan dunia ini

Bukankah kau selalu mendengar nasihat di sekolah itu

Telah lupakah kau?

Semuanya?

Kan belum lama kau keluardarinya

Di merata tempat

Disana sini

Ramai wakil-wakil kami

Yang ingin membantumu

Apakah responmu semua?

Positivekah?

Atau kau yang mengelak?

Hati Mama luka

Jika kau tidak memikirkan DIA

Dalam melayani nafsu muda yang menggila

Mama lakukan yang terbaik

Kerana mencari keredhoan NYA

Anak-anak Mama tentu lebih faham dari Mama

Kerana Mama tidak belajar di sekolah itu

Anak-anak Mama sayang

Letaklah DIA dalam hatimu

Penuhilah hatimu dengan cinta terhadapNYA

Bukan cinta kepada dia yang sementara

Yang digelar infatuations

Tidak bermakna

Cinta kepada dia

Jika membelakangkan DIA
Mama Sal…


Umar menelan liur. Sajak itu tembus menusuk kalbu.

‘’Terima kasih Mama…’’ hatinya mesra dengan panggilan itu buat seorang mas’ulah yang amat dikagumi. Umar menatap lagi sajak itu. Kemudian dia melipat helaian itu dan dimasukkan ke dalam sampul.

‘’Eh, masih ada tulisan lain?’’ dia mendapati di dalam sampul itu masih terselit satu lipatan kertas.



Umar membuka lipatan itu. Hatinya berdegup kencang….









Assalamualaikum…

Akhi Umar Al-Mujahid yang ana hormati,

Ana harap surat ana ini bebas daripada fitnah dan prasangka. Semoga, setiap patah kata di dalamnya dinaungi panji keredhaan.

Baru-baru ini, ana didatangi seorang gadis bernama Nur Syafika selepas selesai kuliyah Dr. Azmin. Dia mendakwa ana telah merampas nta daripadanya. Ana keliru denagn kenyataanya dan ana yakin nta pun akan turut keliru. Hanya Allah dan kita berdua yang tahu hakikat sebenarnya kita tak pernah bercinta.

Jiwa ana dapat merasakan bahawa gadis itu terlalu mendalam cintanya kepada nta. Ana takkan sesekali menghalang jika dialah pilihan terbaik untuk nta. Namun, menyedari bahawa kita masing-masing mempunyai misi baitul da’wah yang perlu dilaksanakan demi Islam, ana mendoakan nta dimiliki oleh seorang sohibah yang faham tarbiyyah.

Justeru, ketahuilah…

Ana menghargai kehadiran risikan nta dalam hidup ana. Ana tak sangka diri ana mempunyai tempat di hati nta. Entahlah samada tempat ana itu telah sedia dipenuhi yang lain atau tidak. Bagi pihak ana, dari dulu sampai sekarang, keyakinan ana kepada agama nta tak pernah berubah. Maafkan ana kerana terlalu lama membiarkan nta dalam penantian. Ana takut pada maksiat hati yang bakal mendatang andai terlalu cepat memberi jawapan. Kini, ana telah bersedia. Ana sedia dipetik….



ASIAH YUSRO.







Umar membaca surat itu berulang kali. Dia bagaikan tidak percaya. Setelah bertahun-tahun lamanya, baru sekarang Asiah Yusro memberi jawapan untuk risikannya. Selama ini, Asiah Yusro benar-benar membuatkan dirinya terseksa dibebani beribu persoalan dan penantian. Sehinggalah baru sekarang penantiannya berakhir. Dalam menanti jawapan itu, dia pernah tersungkur di pintu cinta Nur Syafika. Nur Syafika menjadi penawar untuk mengubat beban penantiannya. Namun, cinta Fika mencampakkannya jauh dari hidayah Allah. Jiwanya sering diburu bisikan-bisikan iman yang masih berbaki. Bisikan itu merupakan kesan daripada tarbiyyah yang pernah dilalui di Taman Islam. Suara iman itulah yang menyelamatkannya daripada terus kehilangan hidayah Allah.

(Ya Allah! Cinta-Mu tak mengecewakan… Kau terlalu Maha Penyayang. Aku yakin, kehadiran cinta Asiah Yusro adalah tanda hadirnya cinta-Mu. Aku hamba yang derhaka namun Kau tak putus-putus memberikan rahmat-Mu. Ya Allah, layakkah aku yang penuh dosa ini untuk insan semulia Asiah Yusro? Sedangkan Hanif merasakan dirinya tidak layak, inikan pula diriku? Asiah Yusro, kau bintang agama sedangkan aku, lumpur yang hina. Aku masih merangkak mencari kemulian seperti mana yang kau raih di sisi-Nya. Hatiku milik siapa?Ya Allah, hatiku milik-Mu!)

‘’Bang Fathil, Fika nak tanya sikit…’’ Fika berjaya mencari nombor baru handset Fathil setelah puas mencuba pelbagai cara. Akhirnya, dia mendapatkannya setelah memujuk Joe.

‘’Kau nak tanya apa lagi Fika? Kita dah tak de apa-apa…’’ keluh Fathil.

‘’Abang masih sayangkan Fika?’’Fika cuba memujuk Fathil.

‘’Aku tak berminat dengan perempuan murahan. Kau ingat aku tak tahu kau pernah puaskan nafsu kau dengan berpuluh lelaki? Aku menyesal kerana libatkan kawan aku sendiri menjadi mangsa kau,’’ Fathil bertegas. Ketika itu, Umar masuk ke compartment Fathil sambil membawa sebuah majalah Haluan. Apabila melihat teman sebiliknya itu sedang bercakap melalui telefon, dia keluar dan kembali masuk ke compartmentnya.

‘’Abang, itu dulu. Fika dah berubah. Bagilah Fika peluang. Fika dah kecewa dengan cinta Umar sebab jiwa Fika tetap rindukan abang. Bang Fathil tetap satu-satunya lelaki di hati Fika,’’ madah berhelah Fika cukup beracun.

‘’Sudahlah Fika. Aku dah cukup muak dengar tu semua. Aku tak nak lagi jadi lelaki bodoh yang boleh terpedaya dengan kau. Perempuan murahan!’’ Fathil semakin matang.

‘’Woii, jaga skit mulut kau tu Fathil! Kau ingat kau tu mahal sangat? Aku sebenarnya tak ingin pun dengan kau. Aku dah muak dengan perangai playboy kau tu. Saje je nak test tadi…’’. Fika pula yang mengenakan Fathil.

‘’Dah puas cakap? Ada apa-apa lagi?’’ Fathil menyindir. Fika menarik nafas panjang-panjang.

‘’Err, izinkanlah Fika tanya sesuatu…’’ suara Fika kembali dilunakkan.

‘’Fika janji ini soalan Fika yang terakhir, Fika takkan ganggu kau err abang lagi lepas ni,’’ .Fathil terfikir seketika.

‘’Boleh percaya ke dengan janji kau!’’

‘’Sumpah, bang. Ni soalan terakhir Fika!’’

‘’Apa dia?’’

‘’Err, boleh Fika tahu serba sedikit tentang lelaki yang duduk sebelah abang malam tu. Alah, malam kuliyah Dr. Azmin tu?’’ Fika ingin mencuba mangsa barunya. Fathil ketawa menyindir.

‘’Fika, aku nasihatkan kau bertaubatlah….kau tak bosan hidup jadi playgirl ke? Aku dah bosan jadi playboy…tak de faedahnya!’’ Fathil sudah pandai memberi nasihat.

‘’Eh, siapa kau nak ajar-ajar aku? Mak bapak aku pun tak ajar, kau memandai pulak suruh orang bertaubat…’’. Fathil mengakhiri perbualan dengan tiba-tiba. Malas dilayannya lagi gadis itu. Dia masuk ke compartment Umar. Dia tahu Umar masuk ke biliknya tadi untuk mengajak berbual. Fathil menceritakan gelagat Fika yang merimaskannya. Umar cuma mendengar tanpa menyampuk. Kemudian, Umar menyerahkan majalah Haluan kepada Fathil.

‘’Tadi kat cafĂ©, aku jumpa Banna. Dia kata nak datang sebab nak hadiahkan kau buku ni, tapi tiba-tiba dia ada urusan lain pulak. Dia kirim kat aku je lah,’’

‘’Majalah apa ni? Tak pernah pun aku dengar…’’

‘’Ini majalah kegemaran Banna. Isinya boleh membantu membina peribadi Muslim,’’

‘’Patutlah Banna baik. Aku memang tak pernah jumpa orang baik macam dia,’’

‘’Habis tu, aku ni tak baik?’’ Umar mengacah.

‘’Kau? Masa mula-mula aku kenal kau, aku ingat kau waro’ tapi rupa-rupanya gila-gila macam aku jugak. Sekarang ni, aku tengok kau jadi waro’ balik. Aku pun tak faham dengan kau,’’ Umar tersenyum. Fathil yang dikenalinya dulu juga banyak perubahan sejak dia intim dengan Banna. Memang benar, seorang kawan terlalu mempengaruhi hidup seseorang. Sebab itulah Rasulullah menyuruh berhati-hati memilih kawan.



‘’Oh, ya. Banna juga kirimkan kad jemputan kahwin ni,’’. Fathil mencapai kad wangi yang diserahkan oleh Banna. Dia mendengus. Umar faham perasaan Fathil ketika itu lalu mengalih topik perbualan.

‘’Fathil, cuba kau tengok sajak kat cover belakang majalah tu. Aku sukalah…’’. Fathil lantas membelek.



Puas sudah,

Kucari kebahagian,

Di sisi teman-teman,

Kudapat hanya kelalaian,

Ku cari lagi,

Di hati seorang kekasih,

Kudapat hanya kekecewaan,

Dan ku terus mencari,

Dalam meniti hari,

Penuh kekosongan…

Oh, di mana lagi harus ku mencari,

Membawa sekeping hati,

Yang sarat kerinduan,

Rindu yang tiada haluan,

Aku keliru sendiri,

Apa yang kucari,

Apa yang kuperlukan

Aku masih tak bisa mengerti,

Yang pasti,

Kekosongan hati ini minta diisi..



Sejenak ku tersedar,

Aku mencari cinta agung,

Buat jiwaku yang merindukan,

Hakikat kebenaran,

Cahaya yang membelah kegelapan,

Melimpah cemerlang mengisi kekosongan.



Ku sedar,

Destinasi pencarianku di sini,

Ku mencari-Mu Tuhan,

Mengharap keredhaan,

Menagih kebahagiaan,

Dari sinar cahaya iman

Khazinatul Asrar, Taman Islam.



‘’Umar, aku pun suka…’’ Fathil berkeringsing. Kali pertama dalam hidupnya menyukai sajak. Sebelum ini, baginya, sajak terlalu puitis, sesuai untuk jiwa perempuan sahaja.



‘’Nti dah sedia menerima rombongan meminang minggu depan?’’ Asiah tertunduk malu dengan soalan Dr. Sal. Wajah solehah seorang mas’ulah di depannya tak berani direnung.

‘’Insyallah!’’ Ringkas jawapan Asiah Yusro.

‘’Ana dengar, sebulan bertunang nti akan terus kahwin. Umi nti yang cakap. Baguslah tu! Bertunang lama-lama pun banyak mudhoratnya,’’

‘’ Dr. Sal, janganlah sentuh hal ni lagi. Ana malu. Dengan umi pun ana malu nak bualkan hal ni. Biarlah hal ni menjadi hal orang tua. Ana pasrah saja…’’ pipinya menjadi kemerah-merahan.



Tepat seperti hari yang dijanjikan, Asiah Yusro kelihatan berseri-seri mengenakan baju pertunangan serba pink. Tudung labuh kain satin dengan jubah potongan moden menjadi pilihan umi. Nampak ringkas tapi tetap menawan. Terserlah gaya anggun seorang muslimah di hari bahagia. Menutup aurat dengan sempurna pun masih nampak jelita.Pakaian Islam tak pernah lapuk menyusuri zaman.



Hati Asiah Yusro kian dilanda debaran. Sanak-saudara dan jiran-jiran terdekat sudah siap sedia menyambut ketibaan.

(Ramai sangat tetamu yang umi jemput padahal ni majlis tunang je. Tak pe lah, apa salahnya meraikan semua jiran dan sanak-saudara)

Tidak lama kemudian, tujuh buah kereta tiba di perkarangan rumah Asiah Yusro. Rombongan lelaki itu disambut dengan solawat. Debaran makin bertambah apabila umi dan kakak mula memimpinnya keluar daripada bilik. Ruang dalam rumahnya sudah dipenuhi rombongan lelaki.



Asiah Yusro mengangkat wajah mencari Maziah. Maziah memberitahu bahawa dia akan datang bersama rombongan lelaki. Tatkala itu, dia bertembung mata dengan Umar Al-Mujahid yang duduk di tepi Hassan Al-Banna dan Dr. Azmin. Fathil pun ada sekali. Cepat-cepat dielakkan pandangannya.

(Astargfirullah. Aku dan dia tak kahwin lagi, mana boleh main-main mata. Mungkin dia pun tak sengaja. Astargfirullah)

(Hah, itu pun Maziah disisi Hanif. Wah, makin ceria lepas balik berbulan madu di Mekkah. Tak sangka dia mendahului abangnya. Fathil tentu pasrah…) Asiah Yusro gembira dapat melihat temannya di celah rombongan lelaki. Inilah kali pertama dia bersua muka selepas Maziah berumah tangga.

Sejurus kemudian, wakil keluarga Banna tampil menyuarakan hasrat menyunting mawar di taman larangan. Suasana ceria ketika itu. Namun, Asiah Yusro terkejut besar.

(Kenapa ayah Maziah yang melamar, kenapa bukan ayah Umar Al-Mujahid?) Baru sekarang dia tahu bahawa rombongan meminang itu adalah daripada keluarga Banna bukan Umar seperti sangkaannya. Air matanya menitis tanpa disedari.

(Umar, sekian lama kutepis rindu ini. Kunantikan syariat menghalalkan untuk kuluahkan segala kerinduan. Hatiku milikmu, Umar!) Hatinya pedih merintih. Dia cuba mengumpul segenap ketabahan namun tidak terdaya. Air matanya terus membanjiri pipi. Asiah Yusro sudah jatuh cinta. Cinta yang kudus terpelihara untuk Umar rupanya bukan milik Umar. Sukar untuknya menelan pahitnya realiti. Air matanya meluahkan segala…



‘’Bagi pihak kami, insyaallah tiada halangan. Tapi, kena tanya juga empunya diri,’’ suara ayah Asiah Yusro kedengaran bersulam keceriaan. Semua mata beralih fokus kepada Asiah Yusro. Senyuman yang tadinya ceria sudah pudar di wajah itu. Air mata Asiah Yusro memberi jawapan. Namun mempunyai dua tafsiran di minda tetamu, sedih atau terharu. Wajahnya diangkat dan memandang Umar Al-Mujahid seketika. Ada sinar pengharapan di matanya. Kemudian dia menunduk lagi, melayan murahnya tangisan. Hati Umar terusik, jiwanya bergetar.

(Tidak!Tidak!Tidak! Aku mesti ada kemampuan berkata tidak! Maafkan aku Asiah Yusro. Aku memang tak layak untukmu. Kau memang bertuah kerana bakal dimiliki oleh Banna, lelaki soleh yang kukagumi. Pilihan Allah Maha Adil untukmu. Banna 1000 kali jauh lebih baik dariku)



‘’Perempuan ni, bila diam tanda setuju, bila menangis tanda terharu. Tapi, berkatalah walau sepatah samada suka atau tidak,’’ mudah ayah Asiah Yusro mencipta pepatah. Hati umi Asiah Yusro pula dirundum resah melihat keadaan puterinya. Jiwa seorang ibu lebih memahami emosi anaknya. Itu teori psikologi yang banyak dibuktikan oleh realiti.

(Takkan tangisan terharu sampai cam ni sekali. Ish, pelik!)

‘’Kalau malu, bolehlah berbisik kepada umi. Setuju ke tidak?’’ ayahnya bertanya lagi. Dia berusaha mengekalkan keceriaan suasana. Namun, tangisan Asiah Yusro mula berlagu hiba bila soalan itu ditanya lagi. Semua tetamu kehairanan. Ayah Asiah Yusro juga baru dapat menduga kelainan anaknya. Sebelum ini, bila ditanya soal perkahwinan, anaknya itu sering mengelak dan menjawab ringkas,

’’ Yusro pasrah je. Tak kira lah siapa yang masuk dulu…’’



Asiah Yusro sedar dia mencipta persoalan. Persoalan yang menyebabkan semua orang keliru. Persoalan yang pernah menyiksa hidup Umar suatu ketika dulu. Sebaknya cuba ditahan. Dia tak berdaya lagi menahan sedu-sedan, irama sebuah tangisan. Dia tak tahu apa yang harus dilakukan dalam situasi begitu. Baginya, ini soal hidup dan mati, rumahtangga yang bakal dibina bukan barang mainan.Dia bingkas, melangkah sopan masuk ke biliknya. Suasana bagaikan dipukau seketika. Suspen sekali…



’Err, mungkin saya kena betulkan kata-kata tadi, perempuan bila diam, kita masih tak tahu, bila menangis, mungkin tanda tak setuju…’’ sempat ayah Asiah Yusro berlawak. Tetamu disekitarnya ketawa kecil. Pandai dia menghidupkan suasana. Banna memandang Umar penuh tanda tanya.

‘’Umar, dia pandang nta tadi.Mungkin hatinya untuk nta. Kalau antum berdua sudah suka sama suka, ana rela gantikan nta di tempat ana. Ana takkan menyesal, malah ana akan bangga dapat menyatukan dua hati yang bercinta kerana Allah,’’ Hassan Al-Banna cekap mentafsir suasana. Umar terdiam.

(Ah, baiknya kau Banna!)



Sementara Asiah Yusro cuba melawan perasaan sedaya upaya. Air matanya tumpah juga, tak henti-henti. Dia perlukan ketenangan. Penawarnya ada di sisi. Al-Quran tafsif dibukanya dengan memejam mata. Mata yang makin sarat dengan tangisan. Air mata itu terus menitis laju membasahi satu ayat di dalam al-Quran. Asiah Yusro mengesat air matanya yang menodai lembaran suci al-Quran. Baris ayat yang basah itu memikatnya. Dia membaca ayat itu berulang kali sambil diperhati oleh umi yang berada di sisi, menemani.

(Masyallah. Indahnya ayat 216, Surah Al-Baqoroh ini. Kurasakan seolah-olah Allah sedang berinteraksi denganku. Mungkin, inilah keajaiban al-Quran. Terima- kasih Tuhanku, Kau hadir saat aku memerlukan.Ku pasrah pada ketentuan-Mu. Dengan cinta-Mu, Kau akan beri yang terbaik untukku. Aku yakin dengan-Mu Tuhan. Hatiku milik-Mu) Resah di hati Asiah Yusro terubat sudah. Allahlah teman yang menghiburkannya.



Umi keluar dengan wajah ceria. Hampir sejam tetamu menanti. Masing-masing masih tercengang, tertanya-tanya. Namun, tiada seorang pun yang bangun mengundur diri. Semuanya bagaikan sabar menanti bagaimana episod itu akan berakhir. Sebentar kemudian, Asiah Yusro keluar dengan wajah yang tenang. Tangannya mendakap al-Quran. Tiada air mata lagi bersisa di kelopak mata.

‘’Yusro, kalau tak setuju, katakan tidak. Abi dan ummi takkan sesekali memaksa,’’ Ayahnya cuba mendalami perasaan puteri tercinta. Asiah Yusro tidak memberi sebarang jawapan. Dia sedang mengumpul kekuatan untuk berbicara.



Tiba-tiba Banna memecahkan kesunyian.

‘’Maafkan saya. Mungkin kita boleh lupakan rombongan pinangan yang tadi. Anggaplah saya datang sebagai rombongan kedua untuk menyunting si mawar berduri yang mekar di Taman Islam rumah ini buat Umar Al-Mujahid,’’. Berani Banna menyusun bicara. Umar sendiri terkejut dengan tindakannya.

‘’Bagaimana di pihak perempuan?’’ ayah Asiah Yusro memandang anaknya sarat harapan. Moga-moga, lamaran kedua ada jawapannya.

‘’A’uzubillahi mina syaitonirrojim. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu. Allah Mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui,’’ Asiah Yusro membacakan kembali tafsiran ayat 216, Suroh Al-Baqoroh. Allah telah memberikannya jawapan.

‘’Abi, Yusro terima lamaran Hassan Al-Banna,’’jawabnya. Namun, jawapan itu masih sarat tandatanya.

‘’Pinangan pertama untuk Hassan Al-Banna. Pinangan kedua, dari Hassan Al-Banna untuk Umar A-Mujahid. Yang mana satu maksud diberi?’’ayahnya minta kepastian. Asiah Yusro terdiam lagi. Beratnya menjawab soalan itu. Oh, Tuhan! Dia menatap sekali lagi ayat 216. Jiwanya nekad membuat pilihan,

‘’Hati saya rasa, Allah ingin jodohkan saya dengan Hassan Al-Banna…’’ Asiah Yusro tertunduk malu selepas membuat pengakuan itu. Berakhirlah sebuah episod tanda tanya…

‘’Alhamdulillah..’’ suasana ceria kembali. Majlis pertunangan kembali berjalan lancar. Kata-kata Asiah Yusro sangat berbekas di hati Umar. Biarlah ia meninggalkan parut kenangan buat selamanya.

(Pergil;ah…pergilah cinta Asiah Yusro! Aku tak perlukan cintamu. Ya Allah, hanya Kau yang kudambakan bukan sesiapa di kalangan makhluk-Mu. Hatiku hanya milik-Mu) Umar memujuk hatinya agar tenang menerima suratan. Luka lamanya membengkak kembali. Dia cuba menyembunyikan segala kepedihan dan kekecewaan di hati. Cinta Fika sesekali melambai datang, ditepisnya sejauh mungkin. Cinta Asiah Yusro yang menjadi idaman, hadir ketika dirinya teraba-raba mencari jalan pulang.

(Cukuplah selama ini aku telah banyak menzalimi diri sendiri. Asiah Yusro tak patut dimiliki orang sepertiku. Potensi da’wahnya akan terhalang! Demi Islam, kuredho kau bukan milikku. Ku sedar, sekalipun kita tidak berada di atas penyatuan cinta namun kita tetap berada di atas penyatuan cita-cita. Ya, kita takkan selamanya rebah dalam kemelut rasa. Kita akan sama-sama bangkit kembali memikul beban tarbiyyah dan da’wah yang sarat perjuangan ini )



‘’Umar, sohibah tu lah yang dipaksa kahwin oleh keluarganya. Kasihan dia. Usianya dah menjangkau lebih 30 tahun. Ibubapa mana yang tidak risau?’’ Dr. Azmin mematikan lamunan Umar. Tangannya menunjuk kepada seorang sahibah. Mata Umar melirik kepada arah yang ditunjukkan. Seorang sahibah berwajah gelap dengan pipinya dipenuhi parut-parut bekas jerawat, sopan bersimpuh di satu penjuru. Tudung labuh dan jubahnya tetap memikat kalbu daripada kacamata iman seseorang.

‘’Dia wanita yang ditarbiyyah, wanita mulia! Layakkah dia untuk ana?’’ Umar berbisik kepada Dr,Azmin.

‘’Umar, selamatkanlah dia….’’ Balas Dr. Azmin menyebabkan Umar tersenyum, senyuman yang tersirat makna.

‘’Err, saya pun boleh jadi hero penyelamatnya,’’ terjulur kepala Fathil yang tiba-tiba muncul di celah Dr. Azmin dan Banna. Mereka tersenyum ceria.

(Fathil tak pandang kecantikan lagi ke? Mungkin imannya dah boleh berbicara)



Umar Al-Mujahid takjub dengan kuasa iman. Iman mengubah hati insan, menjadikan pemikiran seseorang tunduk pada kebenaran. Jalan tarbiyyah dan da’wah ini lah yang banyak memberi bekalan iman,

(Cinta tarbiyyah da’wah,hatiku milikmu!)

Profile

Image Hosted by ImageShack.us
Dilahirkan pada tanggal 17 nov 1987. Mendapat pendidikan awal di SK Saint Aidan dan SK Tampin, kemudian menyambung pada peringkat menengah di SMRA Repah, SMA Sains Kuala Pilah dan SMK Tampin, Menduduki STPM di SMKA Sheikh Haji Mohd Said dan kini berada dalam tahun akhir di Jabatan Syariah dan Ekonomi, Akademi Pengajian Islam, Universiti Malaya. Ditaklifkan sebagai Yang DiPertua Persatuan Mahasiswa Negeri Sembilan Universiti Malaya bagi sesi 2009/2010.

Ruang Bicara

    Comments